Senin, 05 April 2010

Makalah Pengemis yang Ada di UNY

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara berkembang yang identik dengan kemiskinan baik di kota maupun di desa. Di setiap kota, pasti ada daerah yang perumahannya berhimpitan satu dengan yang lain, banyaknya pengamen, pengemis, anak jalanan dan masih banyak lagi keadaan yang dapat menggambarkan masyarakat miskin perkotaan, bahkan di malam hari banyak orang-orang yang tidur di pinggir jalan. Kondisi demikian sangat memprihatinkan dan harus segera diatasi.
Banyak cara telah dilakukan baik oleh lembaga pemerintah maupun non pemerintah dan juga individu-individu pemerhati kemiskinan dan permasalahannya untuk mengatasinya seperti transmigrasi penduduk dari daerah padat ke daerah yang masih jarang penduduknya, penanggulangan bertambahnya penduduk dengan program Keluarga Berencana (KB), dan lain-lain. Semua itu ternyata belum berhasil, dan bahkan pemerintah terkesan tidak serius dalam menghadapi fenomena tersebut. Semua itu berdasarkan pada kenyataan di lapangan memang fenomena itu tidak berkurang tetapi justru semakin banyak.
Fenomena ini juga terjadi di sekitar kampus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Di sekitar UNY banyak kita jumpai pengemis yang sedang beraktivitas mencari uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka mengemis di berbagai fakultas dan tempat strategis lainnya. Pengemis dewasa ini tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan primer saja tetapi sudah merupakan pekerjaan tetap yang prospek keberadaannya akan berlanjut terus.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat diungkapkan rumusan masalah penelitian tentang pengemis kali ini, yaitu:
1. Apa itu pengemis?
2. Mengapa mereka mengemis?
3. Bagaimana seluk beluk pengemis yang beroperasi di sekitar kampus UNY?
4. Bagaimana tanggapan mahasiswa mengenai pengemis?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui status organisasi pengemis yang ada di UNY.
2. Mengetahui anggota orgamisasi pengemis yang ada di UNY.
3. Mengetahui sistem manajemen organisasi pengemis yang ada di UNY.
4. Mengetahui kegiatan apa saja yng dilakukan pengemis di UNY.
5. Mengetahui wilayah kerja pengemis yang ada di UNY.
6. Mengetahu produk yang dihasilkan pengemis di UNY.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah tercapainya tujuan penelitian sehingga hasil penelitian dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan pihak-pihak yang terkait untuk menciptakan kampus UNY yang bersih dari pengemis.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA


Dalam Panduan IDT (1997) bahwa kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan yang telah lama diperbincangkan karena berkaitan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan upaya penanganannya. Dalam Panduan Keluarga Sejahtera (1996: 10) di kutip dari Sri Wulan, UNY (2008) kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan yang dimiliki dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam memenuhi kebutuhannya.
Kemiskinan ini ditandai oleh sikap dan tingkah laku yang menerima keadaan yang seakan-akan tidak dapat diubah yang tercermin di dalam lemahnya kemauan untuk maju, rendahnya kualitas sumber daya manusia, lemahnya nilai tukar hasil produksi, rendahnya produktivitas, terbatasnya modal yang dimiliki berpartisipasi dalam pembangunan. Mengamati secara mendalam tentang kemiskinan dan penyebabnya akan muncul berbagai tipologi dan dimensi kemiskinan karena kemiskinan itu sendiri multikompleks, dinamis, dan berkaitan dengan ruang, waktu serta tempat dimana kemiskinan dilihat dari berbagai sudut pandang. Kemiskinan dibagi dalam dua kriteria yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang diukur dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sedangkan kemiskinan relatif adalah penduduk yang telah memiliki pendapatan sudah mencapai kebutuhan dasar namun jauh lebih rendah dibanding keadaan masyarakat sekitarnya. Kemiskinan menurut tingkatan kemiskinan adalah kemiskinan sementara dan kemiskinan kronis. Kemiskinan sementara yaitu kemiskinan yang terjadi sebab adanya bencana alam dan kemiskinan kronis yaitu kemiskinan yang terjadi pada mereka yang kekurangan ketrampilan, aset, dan stamina (Aisyah, 2001: 151) di kutip dari Wulan, UNY, (2008).
Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000: 107) sebagai berikut (di kutip dari Wulan, UNY, 2008):
1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah;
2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas juga rendah, upahnya pun rendah;
3. Kemiskinan muncul sebab perbedaan akses dan modal.
Ketiga penyebab kemiskinan itu bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty). Adanya keterbelakangan, ketidak-sempurnaan pasar, kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi, rendahnya investasi akan berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya. Logika berpikir seperti itu mengemukakan bahwa negara miskin itu miskin karena dia miskin (a poor country is poor because it is poor).
Lingkaran Setan Kemiskinan (The Vicious Circle of Poverty) menurut Waluyojati bahwa ada lima “ketidakberuntungan” yang melingkari orang atau keluarga miskin yaitu sebagai berikut (di kutip dari Wulan, UNY, 2008):
1. Kemiskinan (poverty) memiliki tanda-tanda sebagai berikut: rumah mereka reot dan dibuat dari bahan bangunan yang bermutu rendah, perlengkapan yang sangat minim, ekonomi keluarga ditandai dengan ekonomi gali lubang tutup lubang serta pendapatan yang tidak menentu;
2. Masalah kerentanan (vulnerability), kerentanan ini dapat dilihat dari ketidakmampuan keluarga miskin menghadapi situasi darurat. Perbaikan ekonomi yang dicapai dengan susah payah sewaktu-waktu dapat lenyap ketika penyakit menghampiri keluarga mereka yang membutuhkan biaya pengobatan dalam jumlah yang besar;
3. Masalah ketidakberdayaan. Bentuk ketidakberdayaan kelompok miskin tercermin dalam ketidakmampuan mereka dalam menghadapi elit dan para birokrasi dalam menentukan keputusan yang menyangkut nasibnya, tanpa memberi kesempatan untuk mengaktualisasi dirinya;
4. Lemahnya ketahanan fisik karena rendahnya konsumsi pangan baik kualitas maupun kuantitas sehingga konsumsi gizi mereka sangat rendah yang berakibat pada rendahnya produktivitas mereka;
5. Masalah keterisolasian. Keterisolasian fisik tercermin dari kantongkantong kemiskinan yang sulit dijangkau sedang keterisolasian sosial tercermin dari ketertutupan dalam integrasi masyarakat miskin dengan masyarakat yang lebih luas.
Dari berbagai teori yang ada bahwa orang miskin itu adalah mereka yang tak mampu memiliki penghasilan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka membutuhkan uluran tangan dan bantuan orang lain mencukupi kebutuhannya.
BAB III
METODOLOGI

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang kita lakukan adalah pendekatan dengan menggunakan metode observasi, langsung terhadap obyek terkait yaitu pengemis dan pengamatan lokasi terjadinya yaitu di kampus UNY serta dengan metode kajian pustaka. Wawancara juga dilakukan dengan target narasumber baik pengemis maupun warga UNY.
B. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti saat dilakukan pengamatan lokasi dan wawancara adalah 100 %. Selanjutnya peneliti melakukan tugas masing-masing sesuai proposal yang telah dibuat, sebagai contoh ada yang bertugas untuk mengkaji kajian dari segi pustaka, lalu dalam penulisan semua bahan yang telah terkumpul dirumuskan secara bersama-sama sehingga tersusunlah laporan ini.
C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian meliputi kampus UNY, diantaranya:

1. FISE.
2. FBS.
3. FIP.
4. FMIPA.
5. FIK.
6. FT.

C. Waktu Penelitian
Proses observasi dilakukan mulai tanggal sampai 14 Desember 2009 sampai 19 Januari 2010. Proses wawancara dilakukan tanggal 19 Januari 2009.
D. Pengumpulan Data
Data yang dihasilkan dari penelitian kali ini berbentuk transkrip wawancara yang di sertai foto.
E. Produk yang Dihasilkan
Produk yang dihasilkan dalam penelitian kali ini adalah solusi penanggulangan pengemis di UNY yang diharapkan dapat diwujudkan.

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengemis.
Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Seharusnya pengemis adalah orang yang benar-benar dalam kesulitan dan mendesak karena tidak ada bantuan dari lingkungan sekitar dan dia tidak punya suatu keahlian yang memadai, bukan karena malas untuk mencari mata pencaharian layak lain.
B. Sebab-sebab Seseorang Menjadi Pengemis.
1. Tidak memiliki keahlian khusus untuk bekerja.
2. Keadaan ekonomi yang semakin sulit.
3. Kebutuhan hidup yang semakin banyak.
4. Sudah tidak mempunyai keluarga yang mendampinginya.
5. Rasa malas untuk bekerja.
6. Benar-benar dijadikan profesi yang tentunya lebih menjanjikan.
7. Urbanisasi yang semakin banyak tanpa diimbangi dengan ketersediaan lapangan kerja.
C. Hal-hal yang Terkait dengan Pengemis di UNY.
1. Status Organisasi
Menyoroti tentang keberadaan pengemis-pengemis yang ada di UNY, mereka adalah suatu kelompok pengemis yang tidak memiliki organisasi tertentu yang menunjukkan bahwa mereka merupakan sebuah kesatuan. Akan tetapi tanpa suatu organisasi, suatu kesatuan itu dapat kita lihat secara tidak langsung dari cara mereka yang selalu bekerjasama, saling memberi kabar tentang suatu tempat yang ramai, saling toleransi, dan saling membantu.


2. Anggota
Dari beberapa pengemis yang ada di UNY seperti Bu Sarmiyati mengaku telah mengetahui antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dibuktikan dengan cerita Bu Sarmiyati yang mengaku pernah berbincang-bincang dengan temannya terkait denga keberadaan satpan UNY. Namun secara lebih mendalam mereka tidak mengenal secara lebih, seperti nama, alamat atau asal, keadaan keluarga, dan lain-lain.
3. Sistem Menejemen
Dalam kelompok ini, memang tidak ada struktur organisasi yang jelas, seperti ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota yang lain. Bahkan dalam menjalankan profesinya, mereka tetap tertib dan teratur meskipun tidak ada aturan-aturan yang tertulis. Aturan-aturan tersebut berdasarkan kesepakatan berasama tanpa adanya suatu musyawarah atau perjanjian khusus.
4. Kegiatan
Kegiatan utama pengemis di kampus UNY yaitu meminta-minta kepada warga kampus. Mereka beoperasi mulai pukul 09.00 WIB ke atas sampai siang dan menjelang sore hanya sebagian yang beroperasi hingga malam hari. Mereka dominan beroperasi dari hari Senin-Jumat, sedangkan hari Sabtu-Minggu lebih sedikit. Ada pula pengemis musiman, yaitu pengemis yang sengaja datang ke wilayah kampus disaat-saat wilayah kampus dalam keadaan lebih ramai, contohnya saat penerimaan mahasiswa baru dan acara-acara tertentu yang digelar di GOR.
5. Wilayah Kerja
Tempat-tempat yang biasa digunakan oleh pengemis di kampus UNY adalah di setiap daerah yang ramai dengan mahasiswa maupun warga lain. Tempa-tempat tersebut meliputi:
a. FISE: Taman Pancasila, Gedung Dekanat, Taman Ki Hajar, depan Gedung Lemlit lama, kompleks pertokoan di depan FISE sampai gedung Lemlit baru dan PUSKOM.
b. FBS: Pendopo Tejokusumo, melebar ke Student Center, bundaran FBS, dan ruang perkuliahan.
c. FMIPA: Perempatan FMIPA, Gedung Dekanat, Food Court, dan depan Hall Tennis.
d. FIP: Gedung Dekanat dan melebar ke Taman Rektorat.
e. FT: Halaman Parkir dan komplek pertokoan di depan FT.
f. FIK: Pinggir jalan di depan FIK dan GOR di saat ada acara tertentu.
6. Produk
Uang pendapatan para pengemis digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan penunjang kehidupan keluarga. Walaupun pekerjaan pengemis bukan pekerjaan pokok, mereka tetap membutuhkan pekerjaan ini.
D. Tanggapan Warga UNY terhadap Keberadaan Pengemis.
Kebanyakan warga UNY tidak setuju dengan keberadaan pengemis, terutama pengemis yang berada di sekitar kampus karena menurut mereka keberadaan pengemis di sekitar kampus sangat mengganggu kenyamanan. Selain itu, menurut mereka terkadang ada pengemis tidak menghargai pemberian orang lain dan memanfaatkan anak kecil untuk mencari belas kasihan. Tapi di lain pihak, banyak di antara mereka yang tetap memberikan uang karena mereka merasa kasihan terhadap pengemis tersebut. Banyak pula pegawai dan satpam yang tidak melarang masuknya pengemis ke kampus, bahkan mereka juga ikut memberikan uang kepada pengemis tersebut.
E. Saran Penanggulangan Pengemis di UNY.
Setelah kami melakukan penelitian terhadap kehidupan pengemis, kami mengajukan beberapa rumusan solusi penanggulangan terhadap masalah pengemis, di antaranya :
1. Memperbanyak sarana sosialisasi pelarangan pemberian sedekah kepada pengemis, seperti pemasangan plakat, poster, selebaran, stiker, ruang-ruang diskusi lansung maupun internet dan media komunikasi lain.
2. Memberikan sosialisasi kepada warga UNY agar tidak memperbolehkan pengemis masuk ke area kampus dan tidak memberikan uang kepada pengemis. Sosialisasi langsung diharapkan dapat mendukung sarana informasi yang telah dibuat, sehingga pesan pelarangan pemberian sedekah keada pengemis benar-benar mengena pada warga UNY.
3. Pelaksanaan aturan yang telah dibuat oleh pihak yang berwenang kepada semua warga UNY secara nyata..
4. Pemda diharapkan memberikan sarana pelatihan ketrampilan khusus kepada pengemis agar empunyai bekal dalam mencari pekerjaan layak yang lain selain enjadi pengemis.
5. Pemberian bantuan modal pada rakyat kecil oleh pemerintah, agar masyarakat dapat mendirikan usaha sendiri.
6. Peraturan pemerintah mengenai adanya pelarangan pengemis dan pengamen dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
7. Penambahan perhatian pemerintah terhadap para lansia yang sudah tidak mempunyai keluarga, seperti penambahan jumlah panti jompo.
8. Pengoptimalisasian fungsi badan amal agar dana bantuan untuk orang yang kurang mampu seperti pengemis dapat tersalurkan. Jangan seseorang beramal kepada orang yang salah.
Rupanya ide pembuatan kotak biru tersebut secara nasional digagas oleh Imam Khomaini sejak pada saat runtuhnya kekuasaan Syah Iran. Kotak tersebut berfungsi sebagai kotak amal untuk membagi harta masyarakat yang berlebih untuk dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkannya. Kotak tersebut tidak dikelola atau dimiliki oleh Pemerintah, tetapi oleh masyarakat sendiri namun terdaftar secara nasional lokasi dan penanggungjawab masing-masing kotak, yang jumlahnya jutaan tersebar di seluruh negeri Kapan saja setiap orang yang berkeinginan, dapat mengisi kotak mana saja dengan jumlah berapa saja yang mereka ingini tanpa ada keharusan – namun ada himbauan untuk memberi sedeqah kepada sesama melalui “pengemis besi” tersebut. Jadi tidak pernah terlihat ada pengemis berkeliaran di tempat-tempat umum. (Gany: 2008).

Gambar di atas menunjukkan kotak-kotak amal yang ada di negara Iran, kotak tersebut tersebar di seluruh negara sampai ke pelosok. Keberadaan kotak amal ini (iron beggar) memudahkan warga Iran untuk menyumbangkan uang sedekah mereka dan berperan langsung dalam pengentasan kemiskinan. Di negara ini tidak ada pengemis, karena warga miskin telah mendapatkan bantuan dari isi uang amal yang ada di kotak ini dan pengelolaannya ditangani langsung oleh ketua RT (kunci kotak dibawa ketua RT, dan ketua RT memberikan laporan bulanan kepada instansi keuangan negara setiap bulan). Jika di daerah tempat seorang ketua RT memerintah sudah tidak terdapat warga miskin, uang amal digunakan untuk pembangunan fasilitas umum dan beasiswa bagi anak yang masih sekolah.
Hal seperti ini dapat juga diterapkan di Indonesia, asalkan ada komitmen dan kemauan dari semua pihak. Badan amal di Indonesia juga semakin banyak dan semakin mudah dalam pengaksesannya, mulai dari fitur yang sudah terintegrasi dengan ATM, operator seluler, berbasis internet, dan lain-lain.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada saat sekarang ini, pengemis semakin banyak berkeliaran, terutama di daerah kampus. Hal ini disebabkan tuntutan hidup yang semakin tinggi sehingga menyebabkan banyaknya orang yang memilih pengemis sebagai pekerjaan mereka. Meskipun telah adanya pelarangan pengemis di sekitar kampus, namun pada kenyataannya masih banyak pengemis yang berkeliaran terutama di daerah kampus.
Banyak pengemis yang memilih kampus sebagai tempat operasi mereka karena menurut mereka, daerah kampus merupakan daerah yang cukup ramai dengan adanya warga kampus yang melakukan aktivitas mereka. Meskipun tiadak sedikit dari warga kampus yang merasa terganggu terhadap kehadiran pengemis tersebut namun mereka tetap memberikan uang kepada pengemis karena kebanyakan dari mereka merasa kasihan melihat kehidupan pengemis tersebut.
Meskipun demikian, permasalahan pengemis merupakan masalah yang harus kita atasi karena bila kita membiarkan permasalahan pengemis tersebut, maka akan semakin banyak pengemis yang berkeliaran dan mengganggu kenyamanan warga.
B. Saran
Melihat permasalahan pengemis yang terjadi di daerah kampus, diharapkan adanya koordinasi dari semua pihak untuk memberikan penanggulangan terhadap permasalahan pengemis. Dengan demikian, diharapkan pengemis yang ada semakin berkurang agar tidak mengganggu kenyamanan warga kampus.
Selain itu, perlu diadakannya peningkatan softskill maupun hardskill agar orang-orang yang saat ini berprofesi sebagai pengemis dapat mempunyai pekerjaan yang lebih baik daripada pengemis dengan cara memanfaatkan keahlian yang ia miliki.
Dan juga, peraturan pemerintah mengenai pelarangan pengemis yang beroperasi di tempat-tempat umum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya agar pengemis merasa jera bila akan beroperasi di tempat-tempat umum.
DAFTAR PUSTAKA

Gany, A. Hafied A. 2008. Pengemis Besi (Iron Beggar) di Iran, (Online), (http://www.scribd.com/doc/7689769/Wawancara-Dengan-Pengemis?autodown=doc, diakses 4 Januari 2010).

Lianti, Tria Sakti. 2008. Pengemis di FKIP Unlam, Artikel FKIP, Jurusan Sejarah, Universitas Lambung Mangkurat, (Online), (http://trialianti.blogspot.com/2008/05/pengemis-di-fkip-unlam.html, diakses tanggal 4 Januari 2010).
Mereka Peduli di Jalur Sosial. Tempo, 17-23 Agustus 2009, hal. 48.
Saif. 2008. Pengemis di Universitas Negeri Malang, (Online), (http://zieper.multiply.com/journal/item/27/PENGEMIS_DI_UNIVERSITAS_NEGERI_MALANG, diakses tanggal 4 Januari 2010).

Wulan, Sri. 2008. Makalah Fenomena Pengamen di Sekitar Kampus Universitas Negeri Yogyakarta, (Online), (http://joglosemar2007.blogspot.com/2008/11/makalah-fenomena-pengamen-disekitar.html, diakses tanggal 4 Januari 2010).

LAMPIRAN

A. Transkip Wawancara di Kampus FISE, Taman Pancasila.
Nama: Ibu Samiyati
Umur: 53 tahun
Asal: Samas, Bantul
Pekerjaan sebelumnya: Buruh tani
Alamat di Yogyakarta: Tidak ada
Tempat biasa beroperasi: Jalan Gejayan-UNY.
Lama menjadi pengemis: sekitar 1 tahun
Peneliti: Bu, kalo berangkat dan pulang dari rumah jam berapa?
Pengemis: Ya kalau urusan rumah sudah beres Nduk. Selesai masak sama ngurusin anak, anak ibu kan SMP, jadi kalau urusan rumah sudah selesai ibu ngebis kesini trus pulang setelah dhuhur.
Peneliti: Lha bapaknya kerja apa?
Pengemis: Bapak mbecak, jadi ibu kerja buat tambah-tambah uang yang di dapet Bapak. Dua bulan lagi anak ibu ujian, tapi belum tahu mau nglanjutin SMA apa enggak.
Peneliti: Bapak yang nyuruh ibu apa gimana?
Pengemis: Ya ibu sama bapak sih sudah tahu sama tahu, udah saling ngerti. Tapi kalau anak sama tetangga-tetangga nggak ngerti kalau ibu kerja kaya gini, ngertinya mereka ibu kerja di pasar, dagang.
Peneliti: Memangnya disini sehari seringnya dapat berapa?
Pengemis: Ya nggak tentu, 20-30 ribu-an. Paling besar yang pernah ibu dapat 50 ribu.
Peneliti: Pernah dimarahin sama pegawai atau satpam kampus sini nggak Bu?
Pengemis: Belum pernah, tapi kalau temen-temen ada yang bilang kalau satpam yang namanya Pak Eko itu sering marah-marah.
B. Transkrip Wawancara Pengemis di FBS, Barat Pendopo Tejokusumo.
Nama: Ibu Warni
Umur: 70 tahun
Asal: Ledoksari, Wonosari
Pekerjaan sebelumnya: Tidak bekerja-mengurus cucu
Alamat di Yogyakarta: Mbadran, sebelah barat pasar Pingit
Tempat biasa beroperasi: Bunderan UGM-UNY-Graha Sabha UGM.
Lama menjadi pengemis: sekitar 10 tahun
Peneliti: Ibu punya keluarga nggak di Wonosari?
Pengemis: Punya, anak ibu 2 tapi sudah meninggal 1, cucu ibu 5, dan buyut ibu 3.
Peneliti: Ibu nggak pulang ke Wonosari aja ikut anak daripada harus jalan-jalan disini?
Pengemis: Enggak, selama ibu masih sehat dan bisa cari uang kaya gini, mending ibu di sini aja. Ibu nggak mau mberatin anak cucu, malah kalau ada rejeki dari sini ibu sering mbeliin jajan sama baju cucu ibu.
Peneliti: Anak ibu nggak ngelarang ibu kerja di sini?
Pengemis: Sebenarnya dilarang, tapi mau gimana lagi. Ibu kan pulangnya kadang 1 bulan sekali, kalau nggak pulang ya sering disusul kesini.
Peneliti: Ibu nggak pilih nyari kerja di Wonosari aja?
Pengemis: Nggak, pilih disini aja, selama ibu nggak mencuri dan bikin dosa, ibu lakuin.
Peneliti: Sehari kerja di sini dapat berapa bu, cukup nggak?
Pengemis: Nggak mesti mbak, antara 10-30 ribuan. Paling banyak waktu ada mas-mas pegawai sini ngasih amplop isinya 100 ribu. Alhamdulillah cukup, sehari ibu makan cuma 2 ribuan. Sering juga dikasih makan sama pegawai sini. Ibu aja nggak pernah minta makan di rumah orang yang ibu nunutin di Mbadran, kalau dikasih ibu juga nolak, biar nggak ngrepotin.
Peneliti: Pernah diusir sama satpam nggak Pak?
Pengemis: Alhamdulillah belum pernah Nduk.
C. Transkrip Wawancara Pengemis di Kampus FMIPA.
Nama: Pak Budi
Umur: 59 tahun
Asal: Purwokerto
Pekerjaan sebelumnya: Buruh di toko mebel
Alamat di Yogyakarta: Janti
Tempat biasa beroperasi: Jembatan Janti sampai UNY (perempatan FMIPA dan ruang kelas FMIPA).
Lama menjadi pengemis: sekitar 1 bulan.
Peneliti: Bapak kesini tiap hari ya, pakai apa?
Pengemis: Bapak jalan kaki dari Janti sambil cari-cari uang dari depan Plaza Ambarukmo.
Peneliti: Bapak berangkat dari rumah jam berapa?
Pengemis: Ya sekitar jam setengah 9, sampai sebelum ashar.
Peneliti: Pernah dilarang satpam atau pegawai lainnya nggak Pak?
Pengemis: Kalau disini nggak dimarahin, tapi kalau masuk ke lingkungan kelas kadang-kadang ditegur pegawai situ.
Peneliti: Rata-rata dapat berapa seharinya Pak, cukup untuk kebutuhan keluarga?
Pengemis: Biasanya 10-20 ribu. Cukup untuk kebutuhan Bapak, Bapak uda nggak punya keluarga. Bapak nggak punya anak, istri Bapak sudah meninggal. Di sini Bapak cuma sama teman, dia dagang dan nggak bisa nyariin kerja Bapak. Lagipula Bapak sudah tua, jadi nggak ada toko atau juragan pasar yang mau nerima Bapak.
Peneliti: Yang sering ngasih mahasiswa atau pegawai Pak?
Pengemis: Ya dua-duanya Mbak, sering juga Bapak-bapak pegawai yang ngasih.
D. Wawancara Pengemis di Sekitar FIK dan GOR.
Nama: Pak Kusnoroto
Umur: 102 tahun
Asal: Klaten
Pekerjaan sebelumnya: Petani
Alamat di Yogyakarta: Tidak ada-tidur di pos dekat Pendopo Tejokusumo FBS
Tempat biasa beroperasi: FBS-depan FIK-FISE.
Lama menjadi pengemis: sekitar 5 tahun.
Peneliti: Bapak nggak dimarahin kalau tidur di Pos dekat FBS ya Pak?
Pengemis: Nggak, selama Bapak kerja di sini nggak pernah dimarahi.
Peneliti: Memangnya Bapak nggak pernah pulang ke Klaten?
Pengemis:Ya Bapak pulangnya kadang-kadang 4 hari sekali.
Peneliti: Di Klaten punya rumah nggak Pak?
Pengemis: Ya punya Nduk, meskipun cuma gubuk Bapak punya.
Peneliti: Masih punya keluarga Pak?
Pengemis: Cuma tinggal saudara Bapak, Bapak anak kesebelas dari 11 bersaudara, anak dan istri Bapak sudah meninggal.
Peneliti: Rata-rata sehari dapat berapa?
Pengemis: Ya nggak tentu, kadang-kadang 20 ribu.
Peneliti: Kacamata itu yang beri orang atau beli sendiri Pak?
Pengemis: Ya beli sendiri, ini cuma 10 ribu. Kalau Bapak mau, Bapak bisa aja nrima dari pemberian orang. Lha wong baju aja banyak yang mau ngasih.
E. Wawancara Mahasiswa di FT.
Nama: Kahar Hanafi
Jurusan/ Tahun Angkatan: Teknik Tata Boga
Peneliti: Tanggapan Mas terhadap keberadaan pengemis di kampus UNY?
Mahasiswa: Nggak setuju banget, lha wong minta-minta kok nggak pake menghibur. Bikin gangguan pemandangan ke kampus, apalagi pengemis yang sombong, dikasih receh malah dibuang.
Peneliti: Sarana penanggulangan yang tepat menurut Mas?
Mahasiswa: Razia dari pihak kampus, diberi sarana pelatihan pekerjaan.
Peneliti: Pihak mana yang paling berperan untuk penanggulangan pengemis?
Mahasiswa: Pemerintah kampus dalam hal ini rektorat dan dekanat dan pegawai lainnya. Satpol PP, Pemda, dan masyarakat umum.
Peneliti: Menurut Mas lebih baik memberi atau tidak?
Mahasiswa: Tergantung, kalau udah diberi uang atau ada sarana pelatihan pekerjaan tapi masih aja ada yang ngemis berarti emang SDM-nya yang bebal. Jadi kalau ada sarana pembinaan mending tidak usah dikasih kalau nggak ada ya dikasih aja, yang terpenting sosialisasi sarana.
F. Wawancara Mahasiswa di FBS.
Nama: Ika Sriwahyuni
Jurusan: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Peneliti: bagaimana tanggapan Mabak terhadap adanya pengemis?
Mahasiswa: Dipandang dari segi diri saya sendiri sebagai mahasiswa, saya kurang setuju dengan keberadaan mereka yang kini semakin banyak beroperasi de sekitar UNY. Dulu waktu saya menjadi mahasiswa baru tidak sebanyak ini. Lagipula para pengemis itu dapat dikatakan orang luar kampus.
Peneliti: Saran penanggulangan yang efektif menurut Mbak itu yang seperti apa?
Mahasiswa: Menurut saya yang efektif itu lebih ke sosialisasi langsung ke kelas-kelas, sehingga program atau hal yag kita maksudkan itu benarbenar mengena ke warga kampus. Kita sosialisasikan pelarangan memberi sedekah kepada pengemis. Kalau suatu saat pengemis berooperasi di sini dan tidak ada seorang pun atauhanya sedikit yang memberi, pasti mereka kapok untuk beroperasi di sini karena hasil yang mereka dapatkan tidak seperti yang mereka harapkan. Sarana seperti papan, edaran, poster menurut saya kurang mengena, hanya sambil lalu dilihat oleh warga kampus UNY.
Peneliti: Pihak mana yang paling bertanggungjawab dengan efektifitas program yang Mbak sarankan tadi?
Mahasiswa: Tergantung, kalau pembuat keputusan atau program adalah rektorat, maka rektoratlah yang berperan dalam pembuatan keputusan, dan selanjutnya dalam pelaksanaan meliputi semua warga UNY.
Peneliti: Kalau Mbak sendiri lebih baik memberi sedekah atau nggak?
Mahasiswa: Saya sendiri lebih baik menyaurkan uang sisa yang saya punya lewat badan-badan amal yang sudah ada. Biasanya pengelolaannya berkaitan dengan RT setempat, sehingga dana benar-benar tepat sasaran karena ketua RT benar-benar tahu mana warganya yang harus dibantu.

13 komentar:

Pictures