1. Buktikan bahwa sosiologi adalah ilmu pengetahuan!
Sosiologi dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan karena memiliki ciri-ciri atau syarat ilmu pengetahuan. Johnsons, 1967 (dalam Soekanto, 1982:15) mengemukakan ciri-ciri sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, ciri-ciri utamanya adalah sebagai berikut:
a. Sosiologi bersifat empiris. Artinya sosiologi didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif.
b. Sosiologi bersifat teoritis. Artinya sosiologi selalu berusaha menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi.
c. Sosiologi bersifat kumulatif. Artinya bahwa teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas atau memperhalus teori-teori lama.
d. Sosiologi bersifat non-etis. Artinya permasalahan yang dipersoalkan bukanlah buruk atau baiknya fakta tertentu, akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis.
Ciri yang lain adalah:
a. Memiliki objek (sesuatu yang dipelajari). Sosiologi memilki objek, yaitu manusia dengan segala pikiran, sikap dan perilakunya dalam kehidupan bersama masyarakat yang ada.
b. Memiliki metode. Sosiologi memiliki metode yang digunakan yaitu metode deskriptif, eksplanatori, historis komparatif, fungsionalisme, studi kasus, dan metode survey.
c. Bersifat universal. Sosiologi adalah ilmu yang umum.
d. Mempunyai sistem (sesuatu yang berhubungan). Aspek-aspek yang dipelajari sosiologi saling berhubungan. Tidak ada yang dapat berdiri sendiri, satu aspek yang dipelajari pasti mempunyai pengaruh pada aspek lainnya.
2. Bagaimana keterkaitan antara sosiologi dengan ilmu pengetahuan lainnya?
a. Sosiologi dengan Sejarah
Ilmu Sejarah adalah ilmu yang menggambarkan peristiwa-peristiwa masa lampau. Dalam peristiwa-peristiwa masa lampau terdapat banyak peristiwa sosial yang tentunya dilakukan pelaku sejarah. Pelaku sejarah dalam hal ini adalah manusia dengan segala sifat yang berkaitan dengan sosiologi.
Contohnya adalah dalam hal sosiologi masyarat kota, mengapa Jakarta menjadi sebuah kota yang besar. Bila ditinjau dari segi sejarah hal ini dapat dikarenakan dari zaman dahulu Jakarta telah menjadi pusat pemerintahan dari para penjajah Indonesia, mulai dari Portugis, Belanda, Inggris sampai Jepang. Hal tersebut tentunya mempengaruhi keadaan sosial di Jakarta, mulai dari interaksi penduduk Jakarta saat itu, interaksi masyarakat dengan lembaga sosial yang ada, adanya stratifikasi yang ada antara keturunan pribumi dan penjajah. Pada akhirnya aspek sosiologi tersebut membentuk masyarakat Jakarta yang lebih maju dengan intelektual pemikiran mereka yang kritis, kemajuan keadaan sosial, dan multikultural masyarakatnya.
b. Sosiologi dengan Geografi
Dalam hubungan sosiologi dengan ilmu lain selalu ada keterkaitan timbal balik, begitu pula antara sosiologi dengan geografi. Contohnya adalah karakter masyarakat yang berbeda-beda berdasar keadaan geografinya.
Masyarakat di daerah tandus/gersang cenderung mempunyai sifat yang keras, rajin, gigih, dan kreatif. Hal tersebut dikarenakan kondisi alam yang keras menuntut mereka untuk menjadi pribadi yang tidak mudah menyerah dalam segala persaingan untuk mempertahankan hidupnya.
Masyarakat yang ada di daerah subur cenderung malas, tidak kreatif dan pasrah. Hal ini karena alam mempermudah cara hidup mereka. Dengan adanya sifat gotong royong, ada sebagian orang yang lebih pasrah dengan menggantungkan hidupnya dari bantuan orang lain.
Masyarakat pantai cenderung kasar, terbuka dan lebih dinamis. Karena daerah pantai yang strategis biasanya potensial untuk dijadikan pelabuhan atau tempat persinggahan orang dari bebagai macam daerah dengan latar belakang watak/karakter yang berbeda-beda. Jadi masyarakat pantai menjadi lebih terbuka dan dinamis dengan keadaan sosialnya, mereka lebih mudah berinteraksi dengan orang lain.
Masyarakat pedalaman cenderung halus, tertutup dan statis. Hal ini dikarenakan susahnya media untuk berinteraksi dengan dunia luar. Mereka lebih suka bergaul hanya dengan sesama anggota dari kelompok mereka.
c. Sosiologi dengan Ekonomi
Baik ekonomi maupun sosiologi merupakan disiplin ilmu yang mapan. Munculnya ekonomi sebagai disiplin ilmu dapat terlihat dari fenomena ekonomi sebagai suatu gejala bagaimana cara individu atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap jasa dan barang yang diawali oleh proses produksi, konsumsi dan distribusi (pertukaran).
Dengan sendirinya dalam pemenuhan kebutuhannya atau dalam melakukan tindakan ekonomi, seseorang akan berhubungan dengan pelaku sosial atau institusi-institusi sosial (dapat dikatakan: berinteraksi sosial) seperti pasar, rumah sakit, keluarga dan lainnya. Smelser mendefinisikan ilmu ekonomi: “studi mengenai cara individu atau masyarakat memilih, dengan atau memakai uang, untuk menggunakan sumber daya produktif yang dapat mempunyai alternatif untuk menghasilkan berbagai komoditi dan mendistribusikannya untuk konsumsi, sekarang atau masa depan, di antara berbagai orang dan kelompok orang dalam masyarakat”. Jadi pola dan sistem yang berlaku dalam mekanisme pasar (interaksi ekonomi) yang dilakukan antar individu dan masyarakat sebenarnya berawal dari hubungan yang sederhana antara individu dan masyarakat (interaksi sosial) dalam rangka mengatasi kelangkaan.
Adanya kelangkaan suatu barang yang menjadi kebutuhan manusia, membuat manusia semakin berhati-hati dalam menentukan pilihan tindakan. Manusia bergerak ke tindakan yang semakin efesien dan efektif dengan penuh pertimbangan rasional. Dialektika perjalanan manusia dalam hubungannya dengan suatu situasi yang menuntut pertimbangan matang, merupakan proses konstruksi sosial terhadap kasus ekonomi.
Contoh lain adalah perilaku sosial individu yang terkait aspek agama, nilai-nilai tradisional, ikatan kekeluargaan, dan etnisitas dijadikan acuan ekonom untuk berperilaku dalam pasar.
Dalam perkembangan menuju dunia modern yang semakin menjauh dari “nilai”, aspek-aspek sosial tersebut sering mendapatkan kecaman dari para modernis. Aspek-aspek tersebut dituding sebagai faktor yang menghambat pertumbuhan industrialisasi.
Tetapi, kenyataannya serangan tersebut tidak sepenuhnya terbukti karena beberapa penelitian tentang agama dan nilai-nilai tradisional dan budaya lokal memperlihatkan betapa kedua hal tersebut sebenarnya malah menjadi pendorong bagi kemunculan kapitalisme. Dalam sekte Calvinis Agama Kristen terbukti bahwa agama tersebut selalu menekankan pada para pengikutnya untuk selalu bekerja keras dan hidup hemat, dan itu merupakan bagian dari etika Sekte Calvinis tersebut. Kemudian di Jepang dan di Indonesia pun terdapat kenyataan bahwa kaum agamislah yang pada kenyataannya memiliki semangat berlebih dalam melakukan interaksi ekonomi. Ikatan kekeluargaan dan etnisitaspun tak terlepas dari kecaman kaum modernis tersebut. Disebutkan bahwa keduanya merupakan faktor yang juga menghambat pertumbuhan ekonomi. Familiisme atau sumberdaya keluarga memililki kontribusi terhadap perkembangan ekonomi seperti kelahiran kapitalisme Cina.
3. Mengapa manusia dikatakan sebagai makhluk individu dan sosial?
Manusia dapat dikatakan sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial karena sebagai individu manusia adalah suatu bentuk utuh yang berdiri sendiri, lengkap dengan kelengkapan hidup yang meliputi raga, rasa, rasio, dan rukun. Dengan modal raga, rasa, rasio/akal pikiran dan kerukunan akan terbenntuk suatu individu unik yang berbeda daripada individu lainnya.
Perbedaan individu yang satu dengan yang lain menyebabkan adanya rasa saling membutuhkan, karena dapat dipastikan bahwa kemampuan seseorang dengan orang lain berbeda-beda, sehingga munculah suatu interaksi antara individu-individu, individu-kelompok, kelompok-kelompok guna terwujudnya suatu tujuan yang ingin dicapai.
Beberapa alasan mengapa seseorang menjadi makhluk sosial yaitu:
a. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b. Manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.
c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain.
d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia lain (masyarakat).
4. Mengapa interaksi sosial hanya dapat terjadi jika ada kontak sosial dan komunikasi?
Interaksi sosial adalah terjadinya saling mengerti tentang maksud dan tujuan antara dua pihak dalam suatu hubungan sosial. Interaksi sosial hanya akan terjadi jika telah ada kontak sosial dan komunikasi, karena kontak sosial sendiri mengandung peristiwa pertemuan individu- individu, individu-kelompok, dan kelompok-kelompok baik secara fisik maupun dengan media/perantara. Selanjutnya setelah kontak sosial terjadi, tentunya akan muncul suatu komunikasi, dimana ada pemberian suatu tafsiran/penjelasan dari seseorang yang kemudian membuahkan respons dari orang lain. Jadi 3 elemen penting dalam komunikasi adalah adanya pengirim pesan, pesan itu sendiri dan penerima.
Tanpa adanya kontak dan komunikasi sosial tidak akan terjadi suatu tafsiran atau pengertian tentang maksud dan tujuan yang disampaikan dari seseorang ke orang lain.
5. Sebut, jelaskan, dan beri contoh masing-masing!
a. Sosialisasi primer dan sekunder.
Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.
Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.
Contoh sosialisasi primer: Seorang anak yang selalu menanyakan apa yang dia lihat kepada orang tuanya, karena saat itu sosok orang tualah yang paling dekat dan paling memungkinkan untuk memberikan informasi padanya.
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama. Proses desosialisasi dan resosialisasi sering dikaitkan dengan adanya total institusi, (Goffman, 1961: xiii) menjelaskan bahwa total institusi adalah suatu tempat tinggal dan bekerja yang di dalamnya sejumlah individu dalam situasi sama, terputus dari masyarakat yang lebih luas untuk jangka waktu tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkngkung dan diatur secara normal.
Contoh sosialisasi sekunder: Seorang wanita tuna susila yang sebelumnya bebas melakukan praktek prositusi terjaring operasi penertiban oleh aparat, kemudian wanita tersebut dimasukkan ke sebuah rumah rehabilitasi (total institusi), dimana secara otomatis wanita tersebut mengalami desosialisasi (pencabutan identitas lamanya sebagai wanita tuna susila), yang kemudian dilanjutkan oleh proses resosialisasi (pemberian identitas baru, yaitu sebagai penghuni rumah rehabilitasi yang harus menaati nilai-nilai dan aturan baru yang ada di rumah tersebut guna membimbingnya menjadi wanita yang berakhlak mulia).
b. Benakah sosialisasi primer akan berakhir setelah proses sosialisasi sekunder muncul? Jelaskan argumentasi anda beserta contoh konkret dalam kehidupan ini!
Sosialisasi primer tidak akan berhenti saat sosialisasi sekunder muncul. Sosialisasi primer tetap akan ada/berkelanjutan walaupun hanya dalam porsi yang sedikit dikarenakan lebih dominannya sosialisasi sekunder ketika seseorang orang telah dewasa dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk berinteraksi dengan dunia luar daripada dengan keluarga. Tapi tidak dapat dipungkiri jika saat-saat bersama keluarga akan tetap ada walaupun seseorang telah dewasa, kita masih akan tetap belajar dari orangtua maupun kerabat dekat tentang sesuatu hal.
Contoh: Seseorang yang mempunayai masalah dengan kehidupan di masyarakat yang sangat kompleks/rumit akan kembali mengomunikasikan masalah-masalah tersebut kepada keluargan/kerabat dekat, karena dari keluarga lah ia mendapatkan tuntunan/referensi untuk mengambil keputusan dalam memecahkan masalah.
Referensi:
1. Abdulsyani. 2007. SOSOLOGI Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara.
2. Supardan, Dadang. 2007. Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
3.
4. Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
5. http://muhamadmuiz.wordpress.com/2009/01/18/sosiologi-ekonomi-sebuah-pertemuan-dua-disiplin-ilmu/ diakses pada 13 November 2009.
6. http://devirahman.wordpress.com/2009/04/24/ciri-ciri-sosiologi-sebagai-ilmu-pengetahuan/ diakses pada 13 November 2009.
7. http://solidgeosos.blogspot.com/2008/12/sosialisasi-adalah-proses-belajar.html diakses pada 13 November 2009.
8. http://id.wikipedia.org/Sosialisasi.htm/ diakses pada 13 November 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar