Senin, 05 April 2010

PENYIKSAAN ANAK DAN DAMPAKNYA

AYAH TEGAR DIVONIS 10 TAHUN PENJARA
Thursday, 26 November 2009 00:33
Madiun, 25/11 (Antara/FINROLL News) - Puryanto (27), ayah Endy Tegar Kurniadinata (4), bocah yang harus kehilangan kakinya sebelah kanan akibat dilindaskan ke kereta api oleh ayah kandungnya, pada 5 Juli 2009, divonis hukuman 10 tahun penjara.
Vonis dijatuhkan dalam sidang putusan yang digelar di Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun, Jatim, Rabu.
Puyanto terbukti melanggar pasal 338 KUHP junto 53 tentang percobaan pembunuhan kepada anak kandungnya sendiri. Hal ini didasarkan pada keterangan saksi-saksi yang dihadirkan dalam kasus ini.
Vonis ini lebih berat satu tahun dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Moh. Fauzan yang menuntut mendakwa Puryanto dengan dakwaan 9 tahun penjara.
"Terdakwa terbukti melanggar pasal 338 KUHP junto 53 tentang percobaan pembunuhan, dan divonis dengan hukuman 10 tahun penjara dipotong masa tahanan," ujar Bambang Sasmito, Ketua Majelis Hakim saat membacakan vonis dalam sidang tuntutan.
Menurut majelis hakim, hal yang memberatkan, perbuatan yang dilakuakn terdakwa dinilai sangat kejam dan tidak berperikemanusiaan. Juga menimbulkan trauma fisik dan psikologi pada anaknya, Tegar. Selain itu, juga membuat masa depan Tegar suram.
"Hal yang memberatkan lainnya adalah, terdakwa sudah pernah dihukum dan melakukan tindakan mengancam pada keluarga Tegar untuk membunuh dan membakar rumah. Sedangkan hal yang meringankan terdakwa adalah nihil," katanya menegaskan.
Sementara itu, terdakwa Puryanto, di persidangan mengatakan pihaknya menerima putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun tersebut.
Dalam persidangan, terdakwa juga sempat meminta izin memeluk anaknya Tegar, namun tidak diizinkan oleh Ketua Majelis Hakim Bambang Sasmito dan ibu Tegar, Devi Kristiani.
Hasil penyidikan kasus ini menyebutkab, terdakwa nekat mencoba membunuh anaknya sendiri sebagai pelampiasan karena merasa cemburu terhadap istrinya, Devi Kristiani (26) yang dicurigai mempunyai pria idaman lain.
Dari penyelidikan juga diketahui, Tegar, anak terdakwa, terlebih dahulu dicekik hingga pingsan, lalu digeletakkan di rel kereta api. Saat itu, terdakwa kemudian meninggalkan Tegar karena mengira telah meninggal.
Menanggapi putusan majelis hakim, Devi Kristiani, ibu Tegar, mengaku hukuman itu masih terlalu ringan dibandingkan dengan penderitaan anaknya yang telah kehilangan kaki kanannya. Pihaknya berharap, Puryanto dihukum seberat-beratnya karena telah tega berusaha membunuh anaknya sendiri. (PSO-072)

PENYIKSAAN ANAK DAN DAMPAKNYA
A. Pendahuluan
Penyiksaan anak merupakan kasus yang sering terjadi, namun dalam kehidupan kita penyiksaan anak masih sering diabaikan karena ketidaktahuan. Anak sebagai sasaran utama dalam kekerasan ini tentunya sangat memiliki resiko tinggi dalam kerugian fisik maupun mental.
1. Statistik Kekerasan terhadap Anak di Indonesia.


a. Angka dari Sakernas (2003) menunjukkan para pekerja anak yang di daerah perdesaan jauh lebih banyak yakni sebesar 79% dibanding di perkotaan yakni sebesar 21%.
b. Dilihat dari jenis pekerjaannya, sebanyak 62% bekerja di sektor pertanian, 19% di industri dan, dan 19% di sektor jasa.
c. Sebanyak 74% pekerja anak merupakan pekerja yang tak dibayar karena memang statusnya adalah membantu bisnis orangtuanya. Sementara sebanyak 14% berstatus pekerja tetap di berbagai industri. Golongan yang disebut terakhir ini umumnya dibayar dengan upah yang relatif rendah.
d. Data Biro Pusat Statistik (BPS) pada 2004 mencatat perokok pada usia anak-anak cukup tinggi, yaitu perokok aktif pada usia 13-15 tahun sebanyak 26, 8% dan pada usia 5-9 tahun sebanyak 2, 8%. Ini menunjukkan bahwa banyak anak di Indonesia yang kurang mendapat perhatian dari orangtuanya.
e. Selama tahun 2006, data dari komnas Perlindungan Anak (PA) menyebutkan, jumlah kasus kekerasan fisik sebanyak 247 kasus, kekerasan seksual 426 kasus sedangkan kekerasan psikis 451 kasus tercatat dilakukan terhadap anak di Indonesia.
f. Selama kurun 2008, sebanyak 150 ribu anak menjadi korban trafficking. Jumlah tersebut tersebar dalam berbagai modus kejahatan seperti sindikat pelacuran, pedofolia, pornografi dan sebagainya. 70% dari korban adalah anak yang berusia 14-16 tahun.
2. Statistik Kekerasan terhadap Anak secara Global.
Berdasarkan data UNICEf tahun 2007:
a. Pada tahun 2003 hampir 50 juta kelahiran tidak tecatat setiap tahunnya.
b. Asia Selatan memiliki angka terbesar anak-anak yang kelahirannya tidak tercatat, dengan lebih dari 23 juta anak. Ini berarti 47% dari kelahiran tidak tercatat sedunia.
c. Di daerah Sub-Sahara Afrika, 55% anak balita belum tercatat kelahirannya.
d. Ada perkiraan bahwa sekitar 317 juta anak usia 5-17 yang aktif secara ekonomi pada tahun 2004, dimana 218 juta darinya dapat dianggap sebaga pekerja anak, dan dari jumlah tersebut, 126 juta dipekerjakan dalam pekerjaan berbahaya.
e. Diperkirakan sekitar 5,7 juta anak terperangkap dan dipaksa bekerja.
f. Lebih dari 1 juta anak di seluruh dunia ditahan dalam penjara anak.
g. Ada sekiranya 133 juta anak yatim piatu (usia 0-17 tahun) di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, 15 juta menjadi yatim piatu karena AIDS serta ikut terjangkit, lebih dari 12 juta dari mereka di Sub-Sahara Afrika.
B. Latar Belakang
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok masyarakat. Namun, proses sosialisasi yang terjadi dalam kehidupan nyata tidak selalu berjalan lancar. Perilaku menyimpang adalah salah satu contoh kesalahan dalam proses sosialisasi.
Perilaku menyimpang merupakan suatu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Salah satu yang paling buruk adalah perilaku menyimpang terhadap anak yang biasa kita kenal dengan penyiksaan anak (child abuse). Pengertian penyiksaan anak sendiri adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh individu, institusi atau suatu proses yang secara langsung atau tidak langsung menyebabkan luka pada anak-anak atau menyebabkan gangguan terhadap masa depan keselamatan dan kesehatan mereka ke arah perkembangan kedewasaan.
C. Faktor Penyebab
Ada banyak faktor yang sangat berpengaruh untuk mengarahkan seseorang kepada penyiksaan anak terhadap anak. Faktor-faktor yang paling umum adalah sebagai berikut:
1. Lingkaran kekerasan, seseorang yang mengalami kekerasan semasa kecilnya mempunyai kecenderungan untuk melakukan hal yang pernah dilakukan terhadap dirinya pada orang lain.
2. Stres dan kurangnya dukungan. Menjadi orangtua maupun pengasuh dapat menjadi sebuah pekerjaan yang menyita waktu dan sulit. Orangtua yang mengasuh anak tanpa dukungan dari keluarga, teman atau masyarakat dapat mengalami stress berat.
3. Pecandu alkohol atau narkoba. Para pecandu alkohol dan narkoba seringkali tidak dapat mengontrol emosi dengan baik, sehingga kecenderungan melakukan penyiksaan lebih besar.
4. Kekerasan dalam rumah tangga. Menjadi saksi kekerasan dalam rumah tangga adalah sebuah bentuk penyiksaan anak secara emosional dan mengakibatkan penyiksaan anak secara fisik.
5. Kemiskinan dan akses yang terbatas ke pusat ekonomi dan sosial saat masa-masa krisis.
6. Peningkatan krisis dan jumlah kekerasan di lingkungan sekitar mereka.
D. Macam-macam Penyiksaan terhadap Anak
Penyiksaan terhadap anak dapat digolongkan menjadi: penyiksaan fisik (physical abuse), penyiksaan emosi (psychological/emotional abuse), pelecehan seksual (sexual abuse), dan pengabaian (child neglect).
1 . Penyiksaan Fisik (Physical Abuse).
Segala bentuk penyiksaan secara fisik, dapat berupa cubitan, pukulan, tendangan, menyundut dengan rokok, membakar, dan tindakan-tindakan lain yang dapat membahayakan anak. Banyak orangtua yang menyiksa anaknya mengaku bahwa perilaku yang mereka lakukan adalah semata-mata suatu bentuk pendisiplinan anak, suatu cara untuk membuat anak mereka belajar bagaimana berperilaku baik.
2. Penyiksaan Emosi (Psychological/Emotional Abuse).
Penyiksaan emosi adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan anak, selanjutnya konsep diri anak terganggu, anak merasa tidak berharga untuk dicintai dan dikasihi. Jenis-jenis penyiksaan emosi adalah:
a. Penolakan.
b. Tidak diperhatikan.
c. Ancaman.
d. Isolasi.
3. Pelecehan Seksual (Sexual Abuse).
Pelecehan seksual pada anak adalah kondisi dimana anak terlibat dalam aktivitas seksual, anak sama sekali tidak menyadari, dan tidak mampu mengkomunikasikannya, atau bahkan tidak tahu arti tindakan yang diterimanya. Jenis-jenis penyiksaan seksual adalah:
a. Pelecehan seksual tanpa sentuhan: anak melihat pornografi, atau exhibisionisme, dsb.
b. Pelecehan seksual dengan sentuhan. Semua tindakan pelecehan orang dewasa terhadap organ seksual anak. Seperti adanya penetrasi ke dalam vagina atau anak dengan benda apapun yang tidak mempunyai tujuan medis.
c. Eksploitasi seksual. Meliputi semua tindakan yang menyebabkan anak masuk dalam tujuan prostitusi, atau menggunakan anak sebagai model foto atau film porno.
4. Pengabaian (Child Neglect).
Pengabaian terhadap anak termasuk penyiksaan secara pasif, yaitu segala ketiadaan perhatian yang memadai, baik fisik, emosi maupun sosial. Jenis-jenis pengabaian anak:
a. Pengabaian fisik, misalnya keterlambatan mencari bantuan medis, pengawasan yang kurang memadai, serta tidak tersedianya kebutuhan akan rasa aman dalam keluarga.
b. Pengabaian pendidikan misalnya orang tua seringkali tidak memberikan fasilitas pendidikan yang sesuai dengan bakat dan kemampuan anak.
c. Pengabaian secara emosi dapat terjadi misalnya ketika orang tua tidak menyadari kehadiran anak ketika sedang bertengkar. Pembedaan perlakuan dan kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknya.
d. Pengabaian fasilitas medis, misalnya orang tua tidak menyediakan layanan medis untuk anak meskipun secara finansial memadai.
e. Mempekerjakan anak dibawah umur, hal ini melanggar hak anak untuk memperoleh pendidikan, dapat membahayakan kesehatan, serta melanggar hak mereka sebagai manusia.
E. Dampak Penyiksaan terhadap Anak
Secara umum, dampak dari penyiksaan anak adalah perkembangan kepribadian yang buruk, baik itu berupa penarikan diri dari lingkungan sosial maupun sikap-sikap radikal akibat rasa tidak percaya terhadap orang disekitarnya. Kenangan akan penyiksaan yang dialaminya menyebabkan mereka seringkali merasa takut terhadap orang lain.
Selain itu, tidak jarang anak yang dulunya mengalami penyiksaan akan mengulangi perbuatan yang menimpanya itu terhadap anaknya kelak, dan begitu seterusnya. Hal inilah yang disebut sebagai lingkaran kekerasan dan tentunya sangat berbahaya bagi generasi penerus bangsa yang akan datang.
1. Dampak Penyiksaan Fisik.
a. Cedera serius terhadap anak
b. Meninggalkan bekas baik fisik maupun psikis
c. Dapat merasa tidak dicintai dan tidak dikehendaki.
d. Anak akan hidup dalam ketakutan akan siksaan dari orang-orang yang yang mengasuhnya.
e. Anak menjadi menarik diri, merasa tidak aman, sukar mengembangkan kepercayaan kepada orang lain, perilaku merusak, dll.
2. Dampak Penyiksaan Emosi.
a. Kurangnya rasa percaya diri.
b. Kesulitan membina persahabatan.
c. Perilaku merusak sebagai pelampiasan.
d. Pemberontakan, penyalahgunaan obat/alkohol, dan kecenderungan bunuh diri.
3. Dampak Pelecehan Seksual.
a. Mudah merasa takut, perubahan pola tidur, dan kecemasan yang tidak beralasan.
b. Pada remaja, mungkin secara tidak diduga menyulut api, mencuri, melarikan diri dari rumah, mandi terus menerus, menarik diri dan menjadi pasif, menjadi agresif dengan teman kelompoknya, prestasi belajar menurun, terlibat kejahatan, penyalahgunaan obat atau alkohol, dsb.
4. Dampak Pengabaian.
a. Anak tidak memiliki kepercayaan diri yang tinggi akibat kurangnya perhatian.
b. Perasaan terkucil dan tidak disayangi atau tidak layak menyayangi orang lain.
c. Akan mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan datang.
F. Cara Mengurangi Kekerasan terhadap Anak
Untuk mencegah dan menghentikan kekerasan pada anak dibutuhkan beberapa pendekatan diantaranya, pendekatan individu, yaitu dengan cara menambah pemahaman agama, karena tentunya seorang yang mempunyai pemahaman agama yang kuat akan lebih tegar menghadapi situasi-situasi yang menjadi factor terjadinya kekerasan.
Pendekatan sosial melingkupi pendekatan partisipasi masyarakat dalam melaporkan dan waspada setiap tindakan kejahatan, terutama human trafficking. Pendekatan medis, untuk memberikan pelayanan dan perawatan baik secara fisik atau kejiwaan, juga memberikan penyuluhan terhadap orang tua tentang bagaimana mengasuh anak dengan baik dan benar. Dan terakhir adalah pendekatan hukum, tentunya yang bertanggung jawab masalah ini adalah pemerintah untuk selalu mencari dan menanggapi secara sigap terhadap setiap laporan atau penemuan kasus kekerasan dan kejahatan dan menghukumnya dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Berikutnya akan dibahas mengenai pendekatan sosial terutama peran aktif masyarakat, yaitu sebagai berikut:
1. Menangani Kasus Penyiksaan
Anak yang dicurigai telah mengalami penyiksaan fisik perlu diselidiki lebih lanjut, dimana dalam prosesnya sebaiknya melibatkan pekerja sosial, dokter anak dan pihak yang berwajib (polisi). Prosesnya antara lain:
a. Melapor pada Pusat Konsultasi Anak
Usahakan untuk segera melaporkan kepada Pusat Konsultasi Anak yang ada di berbagai daerah jika kita melihat tindakan kekerasan terhadap anak.
b. Penyelidikan
Penyelidikan dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik yang meliputi:
1) Anamnesis (suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan antara seorang dokter dengan pasiennya secara langsung atau dengan orang lain yang mengetahui tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data pasien beserta permasalahan medisnya) secara lengkap, termasuk pencatatan terhadap penjelasan mengenai luka, waktu terjadinya dan detail-detail lain. Penyiksaan terhadap anak patut dicurigai bila terdapat luka yang tidak dapat dijelaskan atau tidak ada alasan yang kuat untuk menerangkan sebab luka. Jika terdapat ketidakcocokan antara luka yang terdapat dengan anamnesis yang didapatkan atau dengan perkembangan anak, kecurigaan akan adanya penyiksaan dapat dilaporkan. Penundaan mencari bantuan medis merupakan faktor lain yang dapat memperkuat kecurigaan akan adanya penyiksaan. Hal ini berhubungan dengan ketidakpedulian orang tua terhadap luka anaknya yang dianggap tidak serius.
Anamnesis tentang perkembangan anak, antara lain berkaitan dengan pertumbuhan, berat badan, tinggi badan, lingkar badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, gizi, penampakan dan pembawaan umum, tanda-tanda pengabaian, penyiksaan seksual dan gangguan emosi. Perkembangan juga termasuk dalam penggunaan bahasa serta kemampuan anak bersosialisasi.
2) Pencatatan terhadap ekspresi orang tua mengenai kesulitan mereka menghadapi perilaku, kesehatan dan perkembangan anaknya.
3) Luka yang dapat di dokumentasikan yang meliputi kemungkinan penyebab luka, umur luka, kemungkinan penyebab, sisi yang terkena, ukuran dan bentuk luka, serta segala bentuk jaringan yang abnormal pada tubuh yang mencurigakan.
Beberapa hal yang dapat kita temukan dari pemeriksaan fisik adalah :
1) Luka yang menimbulkan bekas.
2) Kelainan pada rambut.
3) Kulit terbakar, sebagian besar karena sundutan rokok.
c. Melapor pada pihak berwajib
Penegakkan hukum dilakukan dengan segera melaporkan suatu tindak penyiksaan kepada lembaga yang berwenang. Anak yang mengalami penyiksaan oleh orang tuanya dapat dititipkan di rumah saudara orang tua dengan pengawasan yang ketat dari lembaga yang berwenang. Ada juga alternatif berupa orangtua asuh. Sebuah tim yang profesional yang terdiri dari dokter anak, pekerja sosial, perawat bidang anak, dan psikiater atau psikolog diharapkan mampu memberikan solusi yang terbaik baik bagi anak yang menjadi korban serta orang tuanya. Seorang dokter anak diharapkan dapat terus memantau anak yang menjadi korban penyiksaan. Hal ini memerlukan kerjasama dengan pekerja sosial dan lembaga yang berwenang dalam mengurus masalah penyiksaan anak
2. Mencegah Terjadinya Penyiksaan
Pencegahan dapat dilakukan dengan mengidentifikasikan orang tua yang mempunyai faktor resiko yang tinggi untuk melakukan penyiksaan terhadap anaknya. Dengan mengidentifikasikan orang tua yang mempunyai faktor resiko tinggi untuk melakukan penyiksaan terhadap anak, kita dapat berusaha untuk membantu agar tidak sampai melakukan penyiksaan terhadap anaknya. Pencegahan lain dapat dilakukan dengan cara membina kedekatan anak dengan orangtua sejak lahir. Selain itu, menempati suatu lingkungan yang kondusif dan menyenangkan juga dapat mempengaruhi perkembangan serta sosialisasi yang terjadi dalam kehidupan anak. Karena yang dapat melakukan penyiksaan terhadap anak bukan hanya orangtua atau pengasuhnya saja, maka sebaiknya hal ini dilakukan sebagai suatu tindakan preventif.
G. Kesimpulan
Sebagai sebuah masalah sosial yang sangat penting, diakui atau tidak, selama ini isu-isu tentang penyiksaan anak umumnya hanya dipahami secara sekilas saja, tanpa adanya usaha untuk mencegah dan menangani. Penanganan kekerasan terhadap anak sering dinomor-duakan setelah urusan yang dianggap lebih krusial seperti urusan kesejahteraan masyarakat, kemiskinan, hak-hak asasi manusia, atau persoalan ketimpangan gender. Padahal anak sendiri adalah individu yang masih sangat lemah untuk menerima penyiksaan baik fisik, emosi, seksual maupun pengabaian.
Dari data statistik yang tercatat, sangat ironis bahwa setiap tahunnya terjadi peningkatan kasus penyiksaan anak. Penyebab utama pada umumnya adalah krisis global yang terjadi serta lingkaran kekerasan. Namun tidak jarang juga anak-anak korban penyiksaan memilih karir menjadi konselor atau pekerja sosial untuk mendampingi korban kekerasan saat ini dengan harapan dapat menolong mereka keluar dari rasa takut dan rendah diri akibat penyiksaan yang telah mereka alami serta mengembalikan kemampuan mereka untuk bersosialisasi dengan baik kepada orang-orang disekitarnya.
H. Referensi
http://www.menegpp.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=70:kekerasan-terhadap-anak
http://blogspa.wordpress.com/2009/04/16/kekerasan-terhadap-anak-kta/
http://www.matabumi.com/files/lampiran/101/Data_Kekerasan_terhadap_Anak.pdf
http://www.scribd.com/doc/19031882/Penyiksaan-Anak-Dan-DampaknyaMakalah-XI20082009?autodown=pdf
http://www.scribd.com/doc/19539334/Perlindungan-Hukum-Terhadap-HakHak-Anak-Dari-Berbagai-Sudut-Pandang-Hukum
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/01/03/00001047/kasus.kekerasan.terhadap.anak.meningkat
http://www.eramuslim.com/suara-kita/pemuda-mahasiswa/kekerasan-pada-anak-dan-perempuan-dampak-dan-solusinya.htm
http://www.lcki.org/images/seminar_anak/Faktor.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pictures