Sabtu, 03 April 2010

Kontribusi gejala Jiwa pada pembelajaran di kelas

Mengapa gejala jiwa berkontribusi pada proses pembelajaran di kelas?
Faktor gejala jiwa bisa mempengaruhi kualitas kemampuan belajar seseorang. Misalnya:
Pengindraan. Penginderaan adalah proses masuknya stimulus ke dalam alat indra manusia. Setelah stimulus masuk ke alat indra manusia, maka otak akan menerjemahkan stimulus tersebut. Kemampuan otak untuk menerjemahkan stimulus seseorang satu sama lain berbeda-beda, tidak semua stimulus dapat diindra. Begitu pula pelajaran yang disampaikan pengajar tidak semua bisa ditangkap oleh seseorang, persepsi pun akan berlainan. Pengindraan sangat berkontribusi dalam proses pembelajaran untuk menangkap sepenuhnya stimulus yang diberikan oleh pengajar dan sebaliknya. Maka dari itu, diperlukan ukuran stimulus yang cukup untuk di indra, alat indra yang sehat, dan adanya perhatian penuh dalam proses belajar mengajar agar materi apa yang disampaikan oleh pengajar dapat diindra/ditangkap sepenuhnya oleh seorang mahasiswa. Posisi mahasiswa yang baik dalam belajar serta suasana kondusif juga mendukung lebih mudahnya materi terserap.
Persepsi. Persepsi berkontribusi dalam proses pembelajaran, karena dalam proses ini terjadi proses aktif seseorang dalam memilah, mengelompokkan, serta memberi makna pada informasi yang di terimanya. Jika persepsi seorang mahasiswa tentang suatu stimulus/materi dari pengajar sesuai dengan apa yang dimaksudkan, tentunya hal ini akan memudahkan proses belajar seseorang kedepannya.
Dalam teori Gestalt ada yang disebut prinsip “Figure and Ground”. Prinsip ini menggambarkan bahwa manusia, secara sengaja maupun tidak, memilih dari serangkaian stimulus, mana yang menjadi fokus atau bentuk utama (figure) dan mana yang menjadi latar (ground).
Memori. Memori sangat penting untuk menyimpan dan mengingat kembali materi-materi dalam proses pembelajaran. Memori yang semakin baik dan kinerja optimalnya akan mempermudah proses belajar seseorang. Jika seseorang kesulitan dalam menyimpan suatu materi yang ia dapatkan dan kesulitan untuk memunculkan kembali materi dalam ingatanya, tentunya hal ini akan beresiko terhadap kemampuan belajar dan prestasinya.
Memori adalah kemampuan untuk memasukkan, menyimpan, dan memunculkan kembali informasi yang kita terima sehingga dapat digunakan dimasa yang akan datang. Apabila informasi yang telah disimpan tidak dapat dipanggil kembali atau perlu waktu untuk mengingatnya kembali, berarti terjadi apa yang dinamakan dengan lupa. Hal inilah yang sering menjadi hambatan dalam proses belajar
Berpikir. Berpikir adalah gejala jiwa yang sangat penting dalam proses pembelajaran, karena dalam berpikir terjadi berbagai bentuk gejala jiwa yang lain seperti penginderaan, persepsi dan memori untuk memecahkan suatu masalah. Masalah di sini bisa kita analogikan dengan pelajaran yang disampaikan oleh pendidik. Kemampuan berpikir siswa dengan mengandalkan kemampuan dalam mengindra, memberikan persepsi pada stimulus, dan memaksimalkan memori inilah yang juga mempengaruhi kemampuan belajar. Semakin baik kualitas berpikir seseorang tentunya juga menghasilkan kualitas penyelesaian masalah yang semakin baik pula.
Untuk memaksimalkan kemampuan belajar hendaknya kita juga mengoptimalkan proses berfikir. 5. Intelegensi. Setelah kita membahas tentang berpikir, maka kaitan dengan masalah berpikir adalah inteligensi. Ada beberapa pendapat tentang pengertian inteligensi, secara umum inteligensi adalah kesanggupan untuk berpikir. Inteligensi sangat berhubungan dengan kesanggupan (kemampuan) berpikir seseorang, seseorang berbuat inteligen kalau dalam situasi yang tertentu dapat berbuat dengan tepat. Artinya, dalam memecahkan kesulitan-kesulitan dan soal-soal yang terdapat dalam situasi itu, ia dapat menyesuaikan diri kepada situasi yang baru.

Kemampuan intelegensi seorang mahasiswa juga berkontribusi dalam proses pembelajaran, karena dengan kecerdasan intelegen yang baik seorang mahasiswa tentunya dapat menempatkan dirinya untuk sepenuhnya berpikir ketika ia ada di dalam kelas beserta pengajar dan tentunya ia akan lebih siap untuk menerima materi apa yang disampaikan oleh pengajar tersebut.
Emosi dan Motivasi. Emosi adalah tergugahnya perasaan yang disertai dengan perubahan-perubahan dalam tubuh, emosi yang positif dapat membantu belajar, tetapi emosi yang buruk dapat menghambat. Contohnya ketika seseorang merasa senang dengan mata pelajaran tertentu, ia akan lebih mudah mengingat materi apa yang disampaikan pengajarnya, hal ini tentunya akan berbeda dengan daya ingat seseorang akan pelajaran yang ia terima dengan emosi yang berbeda.
Motivasi belajar yang tinggi tercermin dari ketekunan yang tidak mudah patah untuk mencapai sukses. Begitu pula sukses belajar. Motivasi ini diperlukan agar menggiatkan aktivitas belajar seseorang. Jadi, emosi dan motivasi mempengaruhi kemampuan belajar.
Kesimpulan:
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Setiap orang mempunyai sisi psikologis dimana sisi ini berdampak pada hal-hal tindakannya. Atau bisa disebut gejala jiwa. Dalam proses belajar pun gejala jiwa manusia yang mendasar banyak muncul. Gejala jiwa tersebut akan mempengaruhi berbagai perilaku manusia, baik perilaku pendidik maupun perilaku peserta didik atau siswa. Gejala jiwa yang ada pada diri manusia sangat mempengaruhi perilakunya. Tidak terlepas dalam dunia pendidikan yaitu pada pendidik maupun peserta didik (dalam tulisan ini hanya membahas peserta didik). Gejala jiwa misalnya: sensasi, persepsi, memori, berpikir, intelegensi, emosi dan motivasi mempengaruhi pola perilaku belajar siswa. Hal tersebut nantinya bisa mempengaruhi kualitas hasil akhir dalam belajar.

1 komentar:

  1. Ijin ambil buat garap tugas psikologi pendidikan... hehe...

    BalasHapus

Pictures