Kamis, 19 Januari 2012

Mohammad Hatta


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Bung Hatta yang dikenal jujur, sabar, cerdas, dan penuh ide ini memegang teguh prinsip yang diyakininya tersebut. Sebagai contoh adalah prinsip demokrasi yang diyakini beliau dapat membantu perbaikan kehidupan bangsa. Untuk itu beliau ikut memperjuangkan status Indonesia sebagai negara kesatuan yang dapat mengakomodasi aspirasi semua golongan tanpa kecuali. Beliau ikut mendukung dicabutnya pengusulan pembentukan negara yang memihak pada golongan tertentu saja.
Keteguhan Bung Hatta dalam memegang prinsip bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kepentingan bangsa. Ketika beliau berseberangan prinsip dengan pemerintah yang sedang berkuasa saat itu, beliau rela mengundurkan diri guna mempertahankan kesatuan bangsa. Bung Hatta yang lembut hati, selalu mencari strategi untuk berjuang tanpa kekerasan. Senjata ampuh yang digunakan tokoh proklamator kita ini adalah otak dan pena. Dari pada melawan dengan kekerasan beliau lebih memilih untuk menyusun strategi, melakukan negosiasi, lobbying, dan menulis berbagai artikel dan buku untuk memperjuangkan nasib bangsa. Prinsip tanpa kekerasan ini muncul karena rasa hormat Bung Hatta pada sesama manusia, baik kawan atau pun lawan. Walaupun Bung Hatta tidak setuju dengan pendapat atau pun seseorang, beliau tidak lalu membenci orang tersebut, tetapi tindakan dan pendapatnyalah yang tidak beliau setujui. Perannya dalam pembangunan menuju pendidikan pun tak kalah hebatnya. Sehingga banyak orang yang mengenal Bung Hatta sebagai pemimpin bangsa yang bijak.
B.      Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka penyusun dapat mengambil beberapa rumusan masalah, yaitu:
1.       Bagaimana latar belakang kehidupan Bung Hatta ?
2.       Bagaimana kiprah perjuangan Bung Hatta ?
3.       Apa saja hasil karya dan penghargaan bung Hatta ?
C.      Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk:
1.       Mengetahui latar belakang kehidupan Bung Hatta,
2.       Mengetahui kiprah perjuangan Bung Hatta,
3.       Mengetahui hasil karya dan penghargaan Bung Hatta.
BAB II
PEMBAHASAN

A.     Latar Belakang Kehidupan Bung Hatta
Mohammad Hatta lahir pada tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi Sumatra Barat. Di kota kecil yang indah inilah Bung Hatta dibesarkan di lingkungan keluarga ibunya (Saleha). Ayahnya, Haji Mohammad Djamil, meninggal ketika Hatta berusia delapan bulan. Bung Hatta adalah anak bungsu dalam keluarga yaitu: Halimah (kakak, satu ayah lain ibu), Rabiah (kakak, satu ayah lain ibu), Rafiah (satu ayah, satu ibu) dan Bung Hatta (anak bungsu). Beliau mempunyai seorang istri yang bernama Rahmi Rachim dengan 3 orang anak yaitu: Meutia Farida Hatta (21 Maret 1947), Gemala Rabi’ah Hatta (1953), dan Halidah Nuriah Hatta (25 Januari 1956).
Berawal dari sekolah Europese Largere School (ELS) di Bukittinggi (1916) kemudian melanjutkan di Meer Uirgebreid Lagere School (MULO) di Padang (1919) dan melanjutkan Sekolah Menengah Dagang Handel Middlebare School Jakarta (1921) hingga melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi di Nederland Handelshogeschool, Rotterdam, Belanda (1932) Bung Hatta mendapatkan gelar Drs. Sejak duduk di MULO di kota Padang, ia telah tertarik pada pergerakan. Sejak tahun 1916, timbul perkumpulan-perkumpulan pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa. dan Jong Ambon. Hatta masuk ke perkumpulan Jong Sumatranen Bond.
Nama Lengkap:
H. Mohammad Hatta
Nama akrab:
Bung Hatta
Tanggal lahir:
12 Agustus 1902
Tempat lahir:
Sumatera Barat
Wafat :
Jakarta, 14 Maret 1980
Istri:
Rahmi Rachim
Pendidikan:
Pendidikan dasar  Sekolah Melayu
Europeesche Lagere School
MULO
Sekolah Tinggi Dagang "Prins Hendrik School
Nederland Handelshogeschool (universitas Erasmus)
Jabatan Tertinggi:
Wakil Presiden pertama
Penghargaan:
Pahlawan Nasional
Bapak Koperasi Indonesia
Doktor Honoriscausa Fak Hukum Universitas Gadjah Mada
Proklamator Indonesia
The Founding Father’s of Indonesia
Aktivitas Organisasi:
Jong Sumatranen Bond
Perhimpunan Hindia
Liga Menentang Imperialisme
Club Pendidikan Nasional Indonesia
Partai Nasional Indonesia

B.      Kiprah Perjuangan Bung Hatta
Hatta merintis karier sebagai aktivis organisasi sejak berusia 15 tahun sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond Cabang Padang. Kesadaran politiknya berkembang karena sering menghadiri ceramah dan pertemuan politik. Salah seorang tokoh politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis. pengarang roman Salah Asuhan; aktivis partai Sarekat Islam; anggota Volksraad; dan perintis majalah Hindia Sarekat, koran Kaoem Moeda, Neratja, Hindia Baroe, serta Utusan Melayu dan Peroebahan.
Hatta mulai menetap di Belanda sejak September 1921. Ia bergabung dalam Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Saat itu, Indische Vereeniging telah berubah menjadi organisasi pergerakan kemerdekaan. Sebelumnya, Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air. Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo). Di Indische Vereeniging, pergerakan putra Minangkabau ini tak lagi tersekat oleh ikatan kedaerahan. Sebab Indische Vereeniging berisi aktivis dari beragam latar belakang asal daerah. Lagipula, nama Indische sudah mencerminkan kesatuan wilayah, yakni gugusan kepulauan di Nusantara yang secara politis diikat oleh sistem kolonialisme belanda. Dari sanalah mereka semua berasal.
Hatta mengawali karier pergerakannya di Indische Vereeniging pada 1922, menjadi Bendahara. Penunjukkan itu berlangsung pada 19 Februari 1922, ketika terjadi pergantian pengurus Indische Vereeniging dari Ketua lama dr. Soetomo diganti oleh Hermen Kartawisastra. Momentum suksesi kala itu punya arti penting bagi mereka di masa mendatang, sebab ketika itulah mereka memutuskan untuk mengganti nama Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging dan kelanjutannya mengganti nama Nederland Indie menjadi Indonesia. Sebuah pilihan nama bangsa yang sarat bermuatan politik. Dalam forum itu pula, salah seorang anggota Indonesische Vereeniging mengatakan bahwa dari sekarang kita mulai membangun Indonesia dan meniadakan Hindia atau Nederland Indie. Perkumpulan yang menolak bekerja sama dengan Belanda itu kemudian berganti nama lagi menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Hatta juga mengusahakan agar majalah perkumpulan, Hindia Poetra, terbit secara teratur sebagai dasar pengikat antar anggota. Pada tahun 1924 majalah ini berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Hatta lulus dalam ujian handels economie (ekonomi perdagangan) pada tahun 1923. Semula dia bermaksud menempuh ujian doctoral di bidang ilmu ekonomi pada akhir tahun 1925. Karena itu pada tahun 1924 dia non-aktif dalam PI. Tetapi waktu itu dibuka jurusan baru, yaitu hukum negara dan hukum administratif. Hatta pun memasuki jurusan itu terdorong oleh minatnya yang besar di bidang politik. Perpanjangan rencana studinya itu memungkinkan Hatta terpilih menjadi Ketua PI pada tanggal 17 Januari 1926. Pada kesempatan itu, ia mengucapkan pidato inaugurasi yang berjudul "Economische Wereldbouw en Machtstegenstellingen"--Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan kekuasaan. Dia mencoba menganalisis struktur ekonomi dunia dan berdasarkan itu, menunjuk landasan kebijaksanaan non-kooperatif.
Pada tahun 1927, Hatta bergabung dengan Liga Menentang Imperialisme dan Kolonialisme di Belanda, dan di sinilah ia bersahabat dengan nasionalis India, Jawaharlal Nehru. Aktivitasnya dalam organisasi ini menyebabkan Hatta ditangkap pemerintah Belanda. Hatta akhirnya dibebaskan, setelah melakukan pidato pembelaannya yang terkenal: Indonesia Free. Pada tahun 1932 Hatta kembali ke Indonesia dan bergabung dengan organisasi Club Pendidikan Nasional Indonesia yang bertujuan meningkatkan kesadaran politik rakyat Indonesia melalui proses pelatihan-pelatihan. Belanda kembali menangkap Hatta, bersama Soetan Sjahrir, ketua Club Pendidikan Nasional Indonesia pada bulan Februari 1934. Hatta diasingkan ke Digul dan kemudian ke Banda selama 6 tahun.
Sejak tahun 1926 sampai 1930, berturut-turut Hatta dipilih menjadi Ketua PI. Di bawah kepemimpinannya, PI berkembang dari perkumpulan mahasiswa biasa menjadi organisasi politik yang mempengaruhi jalannya politik rakyat di Indonesia. Sehingga akhirnya diakui oleh Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPI) PI sebagai pos depan dari pergerakan nasional yang berada di Eropa.
Antara tahun 1930-1931, Hatta memusatkan diri kepada studinya serta penulisan karangan untuk majalah Daulat Ra‘jat dan kadang-kadang De Socialist. Ia merencanakan untuk mengakhiri studinya pada pertengahan tahun 1932. Kembali ke Tanah Air pada bulan Juli 1932, Hatta berhasil menyelesaikan studinya di Negeri Belanda dan sebulan kemudian ia tiba di Jakarta. Antara akhir tahun 1932 dan 1933, kesibukan utama Hatta adalah menulis berbagai artikel politik dan ekonomi untuk Daulat Ra’jat dan melakukan berbagai kegiatan politik, terutama pendidikan kader-kader politik pada Partai Pendidikan Nasional Indonesia.
Organisasi Indonesische Vereeniging berkembang menjadi organisasi politik pada bulan Januari 1925 dengan nama Perhimpunan Indonesia (PI). Dan dalam organisasi ini Bung Hatta bertindak sebagai Pemimpinnya. Keterlibatan Bung Hatta dalam organisasi dan partai poltik bukan hanya di luar negeri tapi sekembalinya dari Belanda beliau juga aktif di PNI (Partai Nasional Indonesia) yang didirikan Soekarno tahun 1927. Dalam organisasi PNI, Bung Hatta menitik beratkan kegiatannya dibidang pendidikan. Beliau melihat bahwa melalui pendidikanlah rakyat akan mampu mencapai kemerdekaan. Karena PNI dinilai sebagai partai yang radikal dan membahayakan bagi kedudukan Belanda, maka banyak tekanan dan upaya untuk mengurangi pengaruhnya pada rakyat. Hal ini dilihat dari propaganda dan profokasi PNI tehadap penduduk untuk mengusakan kemerdekaan. Hingga akhirnya Bunga Karno di tangkap dan demi keamanan organisasi ini membubarkan diri.
Tak lama setetah PNI (Partai Nasional Indonesia) bubar, berdirilah organisasi pengganti yang dinamanakan Partindo (Partai Indonesia). Mereka memiliki sifat organisasi yang radikal dan nyata-nyata menentang Belanda. Hal ini tak di senangi oleh Bung Hatta. Karena tak sependapat dengan Partindo beliau mendirikan PNI Pendidikan (Partai Nasional Indonesia Pendidikan) atau disebut juga PNI Baru. Organisasi ini didirikan di Yogyakarta bulan Agustus 1932, dan Bung Hatta diangkat sebagai pemimpinnya. Organisasi ini memperhatikan “ kemajuan pendidikan bagi rakyat Indonesia, menyiapkan dan menganjurkan rakyat dalam bidang kebathinan dan mengorganisasikannya sehingga bisa dijadakan suatu aksi rakyat dengan landasan demokrasi untuk kemerdekaan “.
Organisasi ini berkembang dengan pesat, sehingga pada kongres I di Bandung 1932 anggotanya baru 2000 orang dan setahun kemudian telah memiliki 65 cabang di Indonesia. Organisasi ini mendapat pengikut dari penduduk desa yang ingin mendapat dan mengenyam pendidikan. Di PNI Bung Hatta bekerjasama dengan Syahrir yang merupakan teman akrabnya sejak di Belanda. Hal ini makin memajukan organisasi ini di dunia pendidikan Indonesia waktu itu. Kemajuan, kegiatan dan aksi dari PNI Pendidikan dilihat Belanda sebagai ancaman baru tehadap kedudukan mereka sebagai penjajah di Indonesia dan mereka pun mengeluarkan beberapa ketetapan ditahun 1933 diantaranya (1) Polisi diperintahkan bertindak keras terhadap rapat-rapat PNI Pendidikan; (2) pegawai negeri dilarang menjadi anggota PNI Pendidikan; (3) diadakan pelarangan rapat-rapat PNI Pendidikan di seluruh Indonesia.
Akhirnya ditahun 1934 Partai Nasional Indonesia Pendidikan dinyatakan Pemerintahan Kolonial Belanda di bubarkan dan dilarang keras bersama beberapa organisasi lain yang dianggap membahayakan seperti : Partindo dan PSII. Ide-ide PNI Pendidikan yang dituangkan dalam surat kabar ikut di hancurkan dan surat kabar yang menerbitkan ikut di bredel. Namun secara keorganisasian, Hatta sebagai pemimpin tak mau menyatakan organisasinya telah bubar. Ia tetap aktif dan berjuang untuk kemajuan pendidikan Indonesia. Soekarno yang aktif di Partindo dibuang ke Flores diikuti dengan pengasingan Hatta dan Syahrir. Walau para pemimpin di asingkan namun para pengikut mereka tetap konsisten melanjutkan perjuangan partai. PNI Pendidikan tetap memberikan kursus-kursus, pelatihan-pelatuhan baik melalui tulisan maupun dengan kunjungan kerumah-rumah penduduk.
Dalam sidang masalah PNI Pendidikan M.Hatta, Syahrir, Maskun, Burhanuddin ,Bondan dan Murwoto dinyatakan bersalah dan dibuang ke Boven Digul (Papua). Demi harapan terciptanya ketenangan di daerah jajahan. Walau telah mendapat hambatan yang begitu besar namun perjuangan Hatta tak hanya sampai disitu, beliau terus berjuang dan salah satu hasil perjuangan Hatta dan para pahlawan lain tersebut adalah kemerdekaan yang telah kita raih dan kita rasakan sekarang.
Kerja Sama dengan Soekarno
Seokarno tiba di Jawa dari pembuangannya pada tanggal 9 Juli 1942. Ia dan keluarganya menginap di rumah Hatta. Hal itu menujukkan bahwa isu yang telah memisahkan pada masa lampau dapat dikesampingkan. Syahrir bergabung dengan kedua orang itu dalam pembicaraan-pembicaraan awal mereka. Dukungan Hatta dan Syahrir mempertebal kepercayaan diri Soekarno. Pertemuan itu merupakan awal dari periode kemitraan politik yang membuat mereka di gelari Dwitunggal. Masa pendudukan Jepang tidak membuat hidup Hatta lebih mudah. Hal itu terbukti dari adanya usaha pembunuhan atas dirinya yang diurungkan dan berbagai tekanan politik yang harus dipikulnya.
Bersama Soekarno dan para tokoh lainnya, ia memimpin Kantor Pusat Tenaga Rakyat. Meskipun ia menunjukkan sikap yang kooperatif terhadap tentara pendudukan, ia tetap menjalin hubungan dengan gerakan “bawah tanah” sperti Syahrir. Setelah Jepang menyerah pada sekutu maka pada tanggal 17 Agustus 1945 Bung Hatta bersama Bung Karno atas Nama rakyat Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Salah satu jasanya yang terpenting adalah rumusan dalam pasal 33 UUD 1945. Ia mengajukan pandangan mengenai pentingnya koperasi, baik sebagai konsep ekonomi maupun untuk membangun kekuatan golongan ekonomi lemah. Hatta mengetahui bahwa pedgang dan petani Indonesia rentan terhadap konsorsium internasional dan sistem pasar dunia. Meskipun menentang individualisme, ia tak pernah menyarankan individu tidak boleh memiliki hak untuk berdagang atau memiliki kekayaan pribadi. Penekanan dalam kebijakan ekonomi yang dirumuskannya itu merupakan perlindungan bagi anggota masyarakat yang lemah di dalam proses ekonomi.
Sang Proklamator
Pada awal Agustus 1945, Panitia Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia diganti dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dengan Soekamo sebagai Ketua dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Ketua. Anggotanya terdiri dari wakil-wakil daerah di seluruh Indonesia, sembilan dari Pulau Jawa dan dua belas orang dari luar Pulau Jawa.
Pada tanggal 16 Agustus 1945 malam, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mempersiapkan proklamasi dalam rapat di rumah Admiral Maeda (JI Imam Bonjol, sekarang), yang berakhir pada pukul 03.00 pagi keesokan harinya. Panitia kecil yang terdiri dari 5 orang, yaitu Soekamo, Hatta, Soebardjo, Soekarni, dan Sayuti Malik memisahkan diri ke suatu ruangan untuk menyusun teks proklamasi kemerdekaan. Soekarno meminta Hatta menyusun teks proklamasi yang ringkas. Hatta menyarankan agar Soekarno yang menuliskan kata-kata yang didiktekannya. Setelah pekerjaan itu selesai. mereka membawanya ke ruang tengah, tempat para anggota lainnya menanti.
Soekarni mengusulkan agar naskah proklamasi tersebut ditandatangi oleh dua orang saja, Soekarno dan Mohammad Hatta. Semua yang hadir menyambut dengan bertepuk tangan riuh.
Tangal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia, tepat pada jam 10.00 pagi di Jalan Pengangsaan Timur 56 Jakarta. Tanggal 18 Agustus 1945, Ir Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia dan Drs. Mohammad Hatta diangkat menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia. Soekardjo Wijopranoto mengemukakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden harus merupakan satu dwitunggal.
Indonesia harus mempertahankan kemerdekaannya dari usaha Pemerintah Belanda yang ingin menjajah kembali. Pemerintah Republik Indonesia pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Dua kali perundingan dengan Belanda menghasilkan Perjanjian Linggarjati dan Perjanjian Reville, tetapi selalu berakhir dengan kegagalan akibat kecurangan pihak Belanda. Untuk mencari dukungan luar negeri, pada Juli I947, Bung Hatta pergi ke India menemui Jawaharlal Nehru dan Mahatma Gandhi. dengan menyamar sebagai kopilot bernama Abdullah (Pilot pesawat adalah Biju Patnaik yang kemudian menjadi Menteri Baja India di masa Pemerintah Perdana Menteri Morarji Desai). Nehru berjanji, India dapat membantu Indonesia dengan protes dan resolusi kepada PBB agar Belanda dihukum.
Kesukaran dan ancaman yang dihadapi silih berganti. September 1948 PKI melakukan pemberontakan. 19 Desember 1948, Belanda kembali melancarkan agresi kedua. Presiden dan Wapres ditawan dan diasingkan ke Bangka. Namun perjuangan Rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan terus berkobar di mana-mana. Panglima Besar Soediman melanjutkan memimpin perjuangan bersenjata.
Pada tanggal 27 Desember 1949 di Den Haag, Bung Hatta yang mengetuai Delegasi Indonesia dalam Konverensi Meja Bundar untuk menerima pengakuan kedaulatan Indonesia dari Ratu Juliana.
Bung Hatta juga menjadi Perdana Menteri waktu Negara Republik Indonesia Serikat berdiri. Selanjutnya setelah RIS menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bung Hatta kembali menjadi Wakil Presiden.
Kemitraan dengan Soekarno menyatu dalam periode perjuangan melawan kekuatan asing. Ketika tujuan kemerdekaan telah tercapai, konflik tentang bagaimana Indonesia akan diatur muncul diantara keduanya. Perpecahan di antara mereka diperbesar oleh eksploitasi partai-partai pilitik yang terus mengadakan koalisi untuk membentuk kabinet. Perbedaan dalam menentukan kabinet dan masuknya PKI dalam kabinet serta visi tentang berbagai masalah pembangunan yang berbeda dengan Soekarno menyebabkan Hatta mengundurkan diri dari jabatannya sebagai wakil Presiden RI pada tanggal 1 September 1956. Namun, pengunduran diri itu tidak menjauhkan hubungan dekatnya dengan Soekarno.
C.      Hasil Karya Dan Penghargaan Bung Hatta
Bung Hatta merupakan tokoh yang selalu berkarya nyata. Salah satu karya monumental beliau adalah bentuk koperasi. Pemikiran ini dituangkan pada pembentukkan koperasi pengusaha batik, yang akhirnya sukses sampai saat ini. Koperasi tersebut berhasil mendorong kemajuan bagi pengusaha batik dan memberi mereka kesempatan untuk memperluas usaha dengan ekspor.
Karya-karya lainnya adalah berbentuk tulisan. Pada saat bangsa Indonesia masih berkutat untuk menumbuhkan minat baca, beliau sudah jauh lebih maju, yaitu dengan memberikan teladan bagi bangsa Indonesia untuk menumbuhkan budaya menulis. Kegiatan tulis-menulis ini telah beliau lakukan sejak masih belajar di negeri Belanda sampai akhir hayatnya. Tak terhitung lagi jumlah artikel dan buku yang telah beliau tulis. Sebuah monumen intelektual berupa perpustakaan di Bukittinggi pun telah didirikan untuk mengenang Pak Hatta.
PERJALANAN KARIER
·         Bendahara Jong Sumatranen Bond di Padang (1916-1919)
·         Bendahara Jong Sumatranen Bond di Jakarta dan mengurus majalah Jong Sumatra (1920-1921)
·         Menjadi anggota Indonesische Vereniging (ketika belajar di Belanda) yang kemudian berubah menjadi Perhimpoenan Indonesia, dan menjadi Dewan Redaksi majalah Indonesia Merdeka (1922-1925)
·         Ketua Pemuda Indonesia di Belanda (1925-1930)
·         Sebagai wakil Indonesia dalam gerakan Liga Melawan Imperialisme dan Penjajahan, berkedudukan di Berlin (1927-1931)
·         Ikut Konggres Demokratique International IV di Beirvile, Paris (1936)
·         Ditangkap dan dipenjara di Den Haag, Belanda (23 September 1927-22 Maret 1928) karena tulisan-tulisannya di Majalah Indonesia Merdeka
·         Kembali ke Indonesia (1932)
·         Ketua Partai Pendidikan Nasional Indonesia (lazim disebut PNI baru) dan menangani majalah Daulat Rakyat (1934-1935)
·         Dipenjarakan pemerintah Hindia Belanda di Glodok, Jakarta (1934)
·         Dibuang ke Boven Digul, Papua (1934-1935)
·         Dibuang ke Banda Naira (1935-1942)
·         Dipindahkan ke Penjara di Sukabumi (Februari 1942)
·         Dibebaskan dari penjara (9 Maret 1942)
·         Kepala Kantor Penasihat pada pemerintah Bala Tentara Dai Nippon (April 1942)
·         Diangkat menjadi salah satu pimpinan Pusat Tenaga Rakyat (Putera-1943)
·         Anggota Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan-Mei 1945)
·         Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI-7 Agustus 1945)
·         Memproklamasikan Kemerdekaan RI bersama Soekarno (17 Agustus 1945)
·         Wakil Presiden Indonesia I (18 Agustus 1945-1 Desember 1956)
·         Mengeluarkan Maklumat Nomor X (16 Oktober 1945) yang memberikan kekuasaan untuk menentukan Garis-garis Besar Haluan Negara kepada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
·         Mengeluarkan Maklumat Politik (1 November 1945) yang antara lain menyatakan bahwa Indonesia bersedia menyelesaikan sengketa dengan Belanda dengan cara diplomasi
·         Mengeluarkan Maklumat (3 November 1945) yang membuka peluang berdirinya partai-partai politik
·         Wakil Presiden merangkap sebagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan (29 Januari 1948-Desember 1949)
·         Ketua Delegasi Indonesia ke Konferensi Meja Bundar di Den Haag dan menerima penyerahan kedaulatan dari Ratu Juliana (1949)
·         Wakil Presiden merangkap sebagai Perdana Menteri dan Menlu dalam Kabinet RIS (Desember 1949-Agustus 1950).
PENGHARGAAN
ü  Gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada (1956)
ü  Gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Hasanuddin (1973)
ü  Gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Indonesia (1975)
ü  Menerima tanda jasa Bintang Republik dari Presiden Soeharto (15 Agustus 1972)
KARYA
o   Economische wereldbouw en machtstegenstellingen (1926)
o   L’Indonesie et son problema de I’Independence (1927)
o   Indonesia Vrij (1928)
o   Tujuan dan Politik Pergerakan Nasional Indonesia (1931)
o   Krisis Ekonomi dan Kapitalisme (1934)
o   Perjanjian Volkenbond (1937)
o   Mencari Volkenbond dari Abad ke Abad (1939)
o   Rasionalisasi (1939)
o   Penunjuk bagi Rakyat dalam Ekonomi, Teori, dan Praktek (1940)
o   Alam Pikiran Yunani (1941)
o   Perhubungan Bank dan Masyarakat di Indonesia (1942)
o   Beberapa Pasal Ekonomi (1943)
o   Portrait of a Patriot, Selected Writings (1972)
o   Pikiran-pikiran dalam bidang Ekonomi untuk Mencapai Kemakmuran yang Merata (1974)
o   Mohammad Hatta Memoir (1979).














BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Mohammad Hatta lahir pada tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi Sumatra Barat. Di kota kecil yang indah inilah Bung Hatta dibesarkan di lingkungan keluarga ibunya (Saleha). Ayahnya, Haji Mohammad Djamil, meninggal ketika Hatta berusia delapan bulan. Bung Hatta adalah anak bungsu dalam keluarga yaitu: Halimah (kakak, satu ayah lain ibu), Rabiah (kakak, satu ayah lain ibu), Rafiah (satu ayah, satu ibu) dan Bung Hatta (anak bungsu). Beliau mempunyai seorang istri yang bernama Rahmi Rachim dengan 3 orang anak yaitu: Meutia Farida Hatta (21 Maret 1947), Gemala Rabi’ah Hatta (1953), dan Halidah Nuriah Hatta (25 Januari 1956).
Studi di perguruan tinggi bagi Hatta tidak cukup hanya menimba ilmu dari buku yang terlepas dari konteks sosial masyarakat. Ia mengaitkan antara ilmu ekonomi yang dipelajarinya dengan keprihatinan masarakat dan bangsanya ang msikin dan terjajah. Untuk itu, ia berjernih lalah membagikan waktu dan tenaganya untuk kuliah dan organisasi Perhimpunan Indonesia yang baginya merupan sumebr pengetahuan juga.
Hatta menghabiskan sebelas tahun untuk meneyelesaikan studinya di Rotterdam. Masa itu merupakan saat menempa dirinya seingga menjadikan Beliau sebagi pejuang yang tangguh. Bersama Soekarno dan para pejuang lainnya, ia mengantarkan Bangsa Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaan.
Walaupun Bung Hatta sudah tiada, beliau tetap hidup melalui pemikiran, prinsip, dan kualitas pribadi beliau yang positif. Menjelang peringatan hari kemerdekaan Indonesia, bersamaan dengan 100 tahun kelahiran tokoh proklamator kita ini, sudah selayaknyalah kita teladani sisi positif kualitas kepemimpinan beliau yang berpegang teguh pada prinsip, berjuang tanpa kekerasan, berusaha melakukan yang terbaik, dan senantiasa berkarya untuk kepentingan bangsa.





DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihan. 2002. In Memoriam Mengenang yang wafat. Jakarta: Kompas.

Sudarmanto, YB. 1996. Jejak-jejak Pahlawan dari Sultan Agung hingga Syekh Yusuf. Jakarta: Gramdia                   Widiasarana Indonesia.

http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/08/biografi-mohammad-hatta.html, diakses pada Sabtu                           29 Oktober 2011.

http://www.ghabo.com/gpedia/index.php/Mohammad_Hatta, diakses pada Sabtu 29 Oktober 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pictures