Kamis, 19 Januari 2012

Komparasi Nilai-nilai Orde Baru dengan Era Reformasi


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Pemimpin dan kepemimpinannya merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat manusia dan berperan sentral dalam menjalankan roda organisasi. Bahkan, pemimpin dengan kepemimpinannya menentukan maju atau mundurnya suatu organisasi, dan dalam lingkup lebih luas menentukan jatuh dan bangunnya suatu bangsa dan negara.
Dalam situasi bangsa dan negara mengalami berbagai krisis, yang dikenal dengan krisis multidimensi, yaitu krisis ekonomi, politik, budaya, hukum dan keamanan, kita menyadari bahwa semua krisis itu bersumber dari krisis moral dan kepercayaan terutama pada mereka yang diberi kepercayaan oleh rakyat untuk menjadi pemimpin pada hampir semua profesi. Krisis-krisis tersebut mengakibatkan krisis kepercayaan rakyat terhadap para pemimpinnya karena para pemimpin belum berhasil membawa bangsa ini keluar dari krisis multidimensi yang berkepanjangan. Hal ini diperparah lagi dengan adanya krisis ekonomi global yang melanda dunia di mana kita merupakan bagian yang tidak terpisahkan daripadanya.
Era Reformasi, keterbukaan dan demokratisasi yang telah kita masuki menumbuhkan harapan-harapan baru kepada masyarakat akan datangnya perubahan ke arah yang lebih baik. Namun di sisi lain, demokrasi yang sedang kita jalani belum diimbangi dengan pemimpin-pemimpin berkualitas yang benar-benar menjalankan amanat kepemimpinannya. Kasus-kasus penyalahgunaan kekuasaan, korupsi dan berbagai skandal penyimpangan menghiasi pemberitaan media massa hampir setiap hari.
Untuk itu diperlukan suatu gerakan “back to basics” , kembali ke masalah-masalah dasar kepemimpinan yaitu dengan kembali kepada nilai-nilai kepemimpinan yang diperlukan bagi seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya. Nilai-nilai kepemimpinan itu juga merupakan pedoman sekaligus rambu-rambu peringatan agar pemimpin dapat menjalankan kepemimpinannya dengan efektif dan efisien.
Untuk itu, perlu sebuah perbandingan suatu kepemimpinan antara masa duhulu dan maa sekarang yaitu masa orde baru dan masa reformasi untuk melihat nilai kepemimpinan yang terjadi pada masa itu.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan?
2.      Apa sajakah nilai-nilai kepemimpinan?
3.      Bagaimana perbandingan nilai dan pola kepemimpinan masa orde baru dan masa reformasi?
C.    TUJUAN
1.      Mengerti yang dimaksud dengan kepemimpinan.
2.      Mengetahui nilai-nilai kepemimpinan.
3.      Memahami perbandingan nilai dan pola kepemimpinan masa orde baru dan masa reformasi.

BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah suatu seni (art) dan ilmu (science) untuk mempengaruhi orang lain atau orang-orang yang dipimpin sehingga dari orang-orang yang dipimpin timbul suatu kemauan, respek, kepatuhan dan kepercayaan terhadap pemimpin untuk melaksanakan yang dikehendaki oleh pemimpin, atau tugas-tugas dan tujuan organisasi, secara efektif dan efisien. Seni kepemimpinan mengandung arti suatu kecakapan, kemahiran dan keterampilan tertentu untuk mempengaruhi orang-orang yang dipimpin. Sedangkan ilmu kepemimpinan mengandung sejumlah ajaran atau teori kepemimpinan yang telah dibuktikan berdasarkan pengalaman, yang dapat dipelajari dan diajarkan. Dari berbagai pengertian tentang kepemimpinan dan kualitas yang harus melekat pada diri seorang pemimpin, dapat dirumuskan dalam sebuah kalimat singkat bahwa : Pemimpin adalah Pengaruh.
Kualitas pemimpin tidak ditentukan oleh besar atau kecil hasil yang dicapainya, tetapi ditentukan oleh kemampuan pemimpin mencapai hasil tersebut dengan perantaraan orang lain, yaitu melalui pengikut-pengikutnya, serta pengaruh yang dipancarkan oleh pemimpin terhadap pengikutnya. Robert Kelley, seorang profesor di bidang bisnis dan konsultan serta pelopor pengajaran Followership and Leadership, dalam bukunya : The Power of Followership (1992) mengungkapkan hasil penelitiannya yang dilakukan selama tujuh tahun bahwa para pengikut (followers) ternyata mampu memberikan kontribusi sebanyak 80 persen bagi keberhasilan setiap proyek, sedangkan pemimpin (leader) memberikan kontribusi  20 persen. Pemimpin harus mampu menggerakkan pengikutnya agar mereka bekerja dengan semangat dan memiliki komitmen untuk mencapai keberhasilan tugas.  
Untuk mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya, seorang pemimpin dapat menggunakan tipe dan gaya kepemimpinan yang otokratis (tipe direktif, semua terpusat pada diri pemimpin), demokratis (partisipatif dan konsultatif), paternalistik (ke-“bapak”-an), birokratis (memimpin berdasarkan aturan), bebas (laissez-faire, melimpahkan kepada anak buah), kepemimpinan yang melayani (servant leadership), atau gabungan dari beberapa tipe kepemimpinan tersebut. Kadang-kadang tipe kepemimpinan itu melekat sebagai karakter dari seorang pemimpin, tetapi bisa juga tipe kepemimpinan tersebut digunakan secara situasional untuk mencapai suatu tujuan pada jangka waktu tertentu.
Dahulu ada anggapan bahwa hanya orang-orang tertentu yang dilahirkan dengan bakat sebagai pemimpin (leaders are born). Namun dalam perkembangan zaman sebagian besar pemimpin diciptakan melalui suatu proses, tumbuh dan berkembang dari bawah, ditempa oleh berbagai pengalaman, ketekunan, kerja keras, disiplin yang tinggi serta tidak pernah berhenti belajar sepanjang hidupnya (leaders are made).
Para pemimpin dikenal bukan hanya karena posisi atau jabatannya tetapi terutama karena ciri-ciri kepemimpinan dan ajaran-ajarannya yang berguna bagi masyarakat, bangsa dan generasi yang akan datang. Di Indonesia kita mengenal Presiden Soekarno sebagai Proklamator Kemerdekaan dan Pemimpin Bangsa dengan ajarannya Nation and Character Building, Jenderal Soedirman pemimpin pejuang yang tidak mengenal menyerah, Ki Hajar Dewantara tokoh pendidikan nasional dan sebagainya. Di India dikenal tokoh Mahatma Gandhi yang diakui sebagai salah seorang tokoh terbesar sejarah serta penggerak ahimsa (menghindari /anti kekerasan) dan satyagraha (praktek menjalankan kebenaran).
B.       Nilai-nilai kepemimpinan
Nilai-nilai kepemimpinan adalah sejumlah sifat-sifat utama yang harus dimiliki seorang pemimpin agar kepemimpinannya dapat efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sifat-sifat utama tersebut ibarat “roh” nya pemimpin yang membuat seseorang mampu menjalankan kepemimpinannya dengan berhasil guna. Tanpa roh kepemimpinan maka posisi atau jabatan seseorang sebagai pemimpin tidak ada artinya.
Beberapa nilai kepemimpinan yang perlu dimiliki seorang pemimpin antara lain adalah sebagai berikut :
·       Integritas dan moralitas. Integritas menyangkut mutu, sifat dan keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran. Moralitas menyangkut ahlak, budi pekerti, susila, ajaran tentang baik dan buruk, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket, adat sopan santun. Persyaratan integritas dan moralitas penting untuk menjamin kepemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa. Di tengah sorotan publik tentang kinerja sebagian pemimpin aparatur pemerintah yang kurang memuaskan dengan terjadinya kasus-kasus korupsi dan berbagai penyimpangan, maka nilai-nilai integritas dan moralitas pemimpin perlu mendapat perhatian utama.     
·       Tanggung jawab. Seorang pemimpin harus memikul tanggung jawab untuk menjalankan misi dan mandat yang dipercayakan kepadanya. Pemimpin harus bertanggungjawab atas apa yang dilakukan dan tidak dilakukannya untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam organisasi. Ia harus memiliki keberanian untuk mempertanggungjawabkan tindakan yang telah dilakukan dan mengambil risiko atau pengorbanan untuk kepentingan organisasi dan orang-orang yang dipimpinnya. Tanggung jawab dan pengorbanan adalah dua hal yang saling berhubungan erat. Pemimpin harus mengutamakan kepentingan organisasi daripada kepentingan pribadi atau keluarga termasuk pengorbanan waktu. Di sisi lain, pemimpin harus melatih bawahan untuk menerima tanggung jawab serta mengawasi pelaksanaan tugasnya.   
·       Visi Pemimpin. Kepemimpinan seorang pemimpin nyaris identik dengan visi kepemimpinannya. Visi adalah arah ke mana organisasi dan orang-orang yang dipimpin akan dibawa oleh seorang pemimpin. Pemimpin ibarat seorang nakhoda yang harus menentukan ke arah mana kapal dengan penumpangnya akan di arahkan. Visi sama pentingnya dengan navigasi dalam pelayaran. Semua awak kapal menjalankan tugasnya masing-masing tetapi hanya nakhoda yang menentukan arah kapal untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Visi pemimpin akan menginspirasi tindakan dan membantu membentuk masa depan. Visi adalah masa depan yang realistis, dapat dipercaya dan menjembatani masa kini dan masa depan yang lebih baik sesuai kondisi (sosial politik, ekonomi, budaya) yang diharapkan. Visi juga mengandung harapan-harapan, atau bahkan “mimpi” yang memberi semangat bagi orang-orang yang dipimpin. Pemimpin adalah “pemimpi” yang sanggup mewujudkan mimpinya menjadi kenyataan. Burt Nanus dalam bukunya Kepemimpinan Visioner mengatakan : “ Tak ada mesin penggerak organisasi yang lebih bertenaga dalam meraih keunggulan dan keberhasilan masa depan, kecuali visi yang menarik, berpengaruh dan dapat diwujudkan serta mendapat dukungan luas.
·       Kebijaksanaan. Kebijaksanaan (wisdom) yaitu kearifan seorang pemimpin dalam memutuskan sesuatu sehingga keputusannya adil dan bijaksana. Kebijaksanaan memiliki makna lebih dari kepandaian atau kecerdasan. Pemimpin setiap saat dihadapkan kepada situasi yang rumit dan sulit untuk mengambil keputusan karena terdapat perbedaan kepentingan antar kelompok masyarakat dan mereka yang akan terkena dampak keputusannya. Seringkali pemimpin seperti menghadapi “buah simalakama”, sulit untuk menentukan pilihan karena sama-sama berrisiko. Selain upaya manusia menekuni dan mencari kebijaksanaan, perlu upaya meminta kebiaksanaan kepada Tuhan sebagai sumber untuk memutuskan keputusan yang terbaik dan bijaksana.
·       Keteladanan. Keteladanan seorang pemimpin adalah sikap dan tingkah laku yang dapat menjadi contoh bagi orang-orang yang dipimpinnya. Keteladanan berkaitan erat dengan kehormatan,  integritas dan moralitas pemimpin. Keteladanan yang dibuat-buat atau semu dan direkayasa tidak akan langgeng. Pemimpin sejati melakukan hal-hal baik dengan wajar tanpa pamrih, bukan sekedar untuk mendapat pujian manusia. Sifat-sifat baiknya dirasakan orang lain sehingga dapat mempengaruhi lingkungan dan masyarakat luas sebagai suatu teladan yang hidup.     
·       Menjaga Kehormatan. Seorang pemimpin harus menjaga kehormatan dengan tidak melakukan perbuatan tercela karena semua perbuatannya menjadi contoh bagi bawahan dan orang-orang yang dipimpinnya. Ia tidak boleh mudah terjebak dalam godaan “Tiga Ta” yaitu “harta” (memperoleh materi atau uang secara tidak sah/ melanggar hukum), “tahta” (mendapatkan kekuasaan dengan menghalalkan sebagal cara) dan “wanita” ( perselingkuhan, hubungan seks di luar pernikahan) yang sering menjatuhkan kehormatan sebagai pemimpin. Budaya lokal (Jawa) juga mengajarkan pemimpin harus menghindari 5 M (Mo Limo ) yaitu maling (mencuri/ korupsi), madat  (narkoba), madon (main perempuan), main (berjudi) dan minum (mabuk alkohol). Setiap daerah atau suku bangsa memiliki rambu-rambu kehormatan yang tidak boleh dilanggar oleh seorang pemimpin. Mahatma Gandhi mengatakan ada 7 dosa sosial yang mematikan yaitu : “kekayaan tanpa kerja”, “kenikmatan tanpa nurani”, “ilmu tanpa kemanusiaan”, “pengetahuan tanpa karakter”, “politik tanpa prinsip”, “bisnis tanpa moralitas” dan “ibadah tanpa pengorbanan.” Semua itu merupakan rambu-rambu peringatan bagi pemimpin untuk menjaga kehormatannya.    
·       Beriman. Beriman kepada Tuhan Yang Mahaesa sangat penting karena pemimpin adalah manusia biasa dengan semua keterbatasannya secara fisik, pikiran dan akal budi sehingga banyak masalah yang tidak akan mampu dipecahkan dengan kemampuannya sendiri. Iman dapat menjembatani antara keterbatasan manusia dengan kesempurnaan yang dimiliki Tuhan, agar kekurangan itu dapat diatasi. Iman juga merupakan perisai untuk meredam keinginan dan nafsu-nafsu duniawi serta godaan untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan dalam menjalankan kepemimpinannya. Penting bagi seorang pemimpin untuk selalu menyadari bahwa Tuhan itu Mahakuasa, Mahamengetahui dan Mahahadir. “Mahakuasa” berarti tidak ada satu pun yang bisa terjadi tanpa perkenan dan pengendalian-Nya. “Mahamengetahui” berarti tidak ada satu pun bisa terjadi tanpa pengetahuan dan keterlibatan-Nya. “Mahahadir” berarti tidak ada satu pun bisa terjadi tanpa Ia ada di sana. Implikasi pemahaman seperti itu bagi pemimpin adalah sesgala sesuatu yang terjadi, termasuk kepemimpinan yang dijalankannya, bukan sekedar kebetulan atau by chance belaka. Pemimpin yang beriman menyadari bahwa semua perbuatannya diketahui dan diawasi Tuhan yang hadir di mana-mana sehingga ia takut mengkhianati amanat sebagai pemimpin. Apabila mengalami kesulitan dan masalah yang berat, ia harus bersandar kepada Tuhan karena tidak ada satu pun kejadian tanpa perkenan dan pengendalian-Nya. Tuhan itu Pemilik kehidupan, Penyelenggara dan Pemberi apa yang  kita butuhkan.   
·       Kemampuan Berkomunikasi. Suatu proses kepemimpinan pada hakikatnya mengandung beberapa komponen yaitu : pemimpin, yang dipimpin, komunikasi dan interkasi antara pemimpin dan yang dipimpin, serta lingkungan dari proses komunikasi tersebut. Peter Koestenbaum, seorang pakar kepemimpinan, melalui bukunya berjudul : Leadership, The Inner Side of Greatness” (1991) mengatakan bahwa : “Kepemimpinan yang bermoral adalah suatu proses moralitas untuk mencapai suatu tingkat atau keadaan dimana para pemimpin mampu mengikat (dalam arti berkomunikasi dan berinteraksi) dengan yang dipimpinnya berdasarkan kebersamaan motif, nilai dan tujuan – yaitu berdasarkan kebutuhan-kebutuhan hakiki para pengikut maupun pemimpin itu sendiri.” Di sini tampak bahwa antara pemimpin dan yang dipimpin terdapat suatu ikatan kuat sebagai satu keutuhan dan memiliki ketergantungan satu sama lain. Untuk mencapai hal tersebut maka seorang pemimpin harus mampu membangun komunikasi dengan orang-orang yang dipimpinnya sehingga kepemimpinannya dapat efektif dan efisien. Sebaliknya, kegagalan dalam menjalankan komunikasi dapat menimbulkan keadaan yang kurang harmonis dalam organisasi bahkan dapat menjurus kepada situasi konflik yang mengganggu pelaksanaan tugas. Kemampuan berkomunikasi juga diperlukan untuk menggalang para tokoh masyarakat (tomas), tokoh agama (toga) dan tokoh adat (todat) karena mereka memiliki pengaruh dan pengikut di masyarakat.  
·       Komitmen Meningkatkan Kualitas SDM. Sumber daya manusia (SDM) adalah faktor strategis dan penentu dalam kemajuan organisasi, dan pemimpin harus memiliki komitmen kuat untuk meningkatkan kualitas SDM. Ada pepatah kuno yang kurang lebih berbunyi sebagai berikut : “Kalau Anda ingin memetik hasil jangka pendek, tanamlah jagung atau padi. Kalau ingin memetik hasil jangka panjang, tanamlah pohon kelapa. Tetapi kalau ingin memetik hasil sepanjang masa, didiklah manusia !” Dari semua sumber daya yang tersedia bagi manajemen – uang, bahan, peralatan dan manusia – maka sumber terpenting adalah manusia. SDM merupakan faktor strategis yang menentukan suatu proses produksi atau pembangunan ekonomi, tetapi ironisnya ada kecenderungan umum untuk lebih memperhatikan investasi aset modal atau finansial, material, dan pembangunan fisik ketimbang aset manusia atau SDM.
C.    Perbandingan Nilai dan Pola Kepemimpinan
Perbandingan antara masa orde baru dan era reformasi
Perbandingan
Masa orde baru
Era reformasi
Waktu
1966-1998
1998 - sekarang
Sistem pemerintahan
kebijakan masih pada pemerintah, namun sektor ekonomi sudah diserahkan ke swasta/asing, fokus pada pembangunan ekonomi, sentralistik, demokrasi Pancasila, kapitalisme.

pemerintahan tidak punya kebijakan (menuruti alur parpol di DPR), pemerintahan lemah, dan muncul otonomi daerah yang kebablasan, demokrasi Liberal (neoliberaliseme) dan tidak jelas apa orientasinya
Kabinet
Pembentukan kabinet pembangunan
Membangun reformasi pembangunan kabinet
Angkatan bersenjata
Fungsi militer pada masa Orde Baru adalah sebagai stabilisator juga dinamisator. Dengan dua fungsi itu, militer atau tepatnya ABRI dengan dwifungsinya ikut terlibat dalam penyusunan kebijakan-kebijakan politik Orde Baru.
Mengatasi masalah dwifungsi ABRI dengan mengurangi peran ABRI di perwakilan rakyat DPR yaitu dari 75 orang menjadi 38 orang. Pemisahan angkatan yang semula terdiri atas angkatan darat, laut, udara serta kepolisian. Kemudian POLRI berubah menjadi kepolisian negara dan ABRI berubah menjadi TNI yang terdiri atas angkatan darat, laut dan udara.
Kebebasan pers
Pers lebih banyak menjadi corong pemerintah, sehingga praktis masyarakat pun buta politik. Soeharto menyuruh tutup surat kabar, membredel majalah yang kritis, atau berani mengkritik dia secara terbuka.
kebebasan pers dibuka lebar-lebar sehingga melahirkan demokratisasi yang lebih besar.
Situasi politik
Di awal kepemimpinan Soeharto, ketika situasi dalam negeri sedikit-banyak mengalami kekacauan akibat intrik-intrik politik dari berbagai kelompok kepentingan, misalkan Partai Komunis Indonesia, bisa jadi kepemimpinan model militer adalah yang tepat.
Permasalahan politik muncul karena demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya, sehingga terdapat kesan bahwa kedaulatan berada ditangan pihak tertentu bahkan lebih banyak dipegang oleh kelompok penguasa. Apalagi timbul banyak kasus KKN yang menyebabkan ketidakpercayaan rakyar pada wakil mereka di DPR/MPR.
Gaya kepemimpinan
Soeharto: otoriter, militeristik, ambisius sekaligus murah senyum.
·                     BJ Habibie: Orang yang cerdas tapi terlalu lugu dalam politik. Karena ingin terlihat bagus, ia membuat blunder dalam masalah timor timur. Sebenarnya gaya kepemimpinan Presiden Habibie adalah gaya kepemimpinan Dedikatif-Fasilitatif, merupakan sendi kepemimpinan Demokratik. Pada masa pemerintahan B.J Habibie ini, kebebasan pers dibuka lebar-lebar sehingga melahirkan demokratisasi yang lebih besar. Pada saat itu pula peraturan-peraturan perundang-undangan banyak dibuat.
·         Abdurrahman Wahid: gaya kepemimpinan Responsif-Akomodatif, yang berusaha untuk mengagregasikan semua kepentingan yang beraneka ragam yang diharapkan dapat dijadikan menjadi satu kesepakatan atau keputusan yang memihki keabsahan. Pelaksanaan dan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan diharapkan mampu menggerakkan partisipasi aktif para pelaksana di lapangan, karena merasa ikut terlibat dalam proses pengambil keputusan atau kebijaksanaan.

·         Megawati Soekarnoputri: dilihat berdasarkan ciri-ciri kepemimpinan ideal yang dimiliki. Megawati tenang dan tampak kurang acuh dalam menghadapi persoalan. Tetapi dalam hal-hal tertentu, menunjukkan determinasi dalam kepemimpinannya, misalnya mengenai persoalan-persoalan di BPPN, kenaikan harga BBM dan pemberlakuan darurat militer di Aceh.

·         Susilo Bambang Yudoyono: kepemimpinan ideal yaitu pengetahuan umum yang luas seperti yang telah dituliskan Mar’ie Muhammad bahwa SBY adalah seorang militer intelektual, kemudian kemampuan analitik yang tajam yang kadangkala mengurangi kecepatan dalam mengambil keputusan. Keterampilan berkomunikasi secara efektif juga dimiliki beliau dimana terlihat dampaknya pada kabinet yang dipimpinnya
Ekonomi
Kebijakan pembangunan Indonesia yang diambil dikenal dengan sebutan “structural adjustment” dimana ada 4 jenis kebijakan penyesuaian sebagai berikut :
a.    Program stabilisasi jangka pendek atau kebijakan manajemen permintaan dalam bentuk kebijakan fiskal, moneter dan nilai tukar mata uang dengan tujuan menurunkan tingkat permintaan agregat. Dalam hal ini pemerintah melakukan berbagai kebijakan mengurangi defisit APBN dengan memotong atau menghapus berbagai subsidi, menaikkan suku bunga uang (kebijakan uang ketat) demi mengendalikan inflasi, mempertahankan nilai tukar yang realistik (terutama melalui devaluasi September 1986).
b.    Kebijakan struktural demi peningkatan output melalui peningkatan efisiensi dan alokasi sumber daya dengan cara mengurangi distorsi akibat pengendalian harga, pajak, subsidi dan berbagai hambatan perdagangan, tarif maupun non tarif. Kebijakan “Paknov 1988” yang menghapus monopoli impor untuk beberapa produk baja dan bahan baku penting lain, telah mendorong mekanisme pasar berfungsi efektif pada saat itu.
c. Kebijakan peningkatan kapasitas produktif ekonomi melalui penggalakan tabungan dan investasi. Perbaikan tabungan pemerintah melalui reformasi fiskal, meningkatkan tabungan masyarakat melalui reformasi sektor finansial dan menggalakkan investasi dengan cara memberi insentif dan melonggarkan pembatasan.
d.   Kebijakan menciptakan lingkungan legal yang bisa mendorong agar mekanisme pasar beroperasi efektif termasuk jaminan hak milik dan berbagai tindakan pendukungnya seperti reformasi hukum dan peraturan, aturan main yang menjamin kompetisi bebas dan berbagai program yang memungkinkan lingkungan seperti itu.

· Megawati:
a.    Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
b.    Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Megawati bermaksud mengambil jalan tengah dengan menjual beberapa asset Negara untuk membayar hutang luar negeri. Akan tetapi, hutang Negara tetap saja menggelembung karena pemasukan Negara dari berbagai asset telah hilang dan pendapatan Negara menjadi sangat berkurang.
· Susilo Bambang Yudoyono:
a.    mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke sector pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung kesejahteraan masyarakat.
b.    Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
c.     Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepaladaerah. Investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
d.   Lembaga kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dijalankan pada pemerintahan SBY mampu memberantas para koruptor tetapi masih tertinggal jauh dari jangkauan sebelumnya karena SBY menerapkan sistem Soft Law bukan Hard Law. Artinya SBY tidak menindak tegas orang-orang yang melakukan KKN sehingga banyak terjadi money politic dan koruptor-koruptor tidak akan jera dan banyak yang mengulanginya. Dilihat dari semua itu Negara dapat dirugikan secara besar-besaran dan sampai saat ini perekonomian Negara tidak stabil.
e.    Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas dikarenakan persediaan bahan bakar minyak semakin menipis dan harga di pasaran tinggi.
f.      Kebijakan impor beras, tetapi kebijakan ini membuat para petani menjerit karena harga gabah menjadi anjlok atau turun drastis

Nilai-niai kepemimpinan pada masa orde baru dan era reformasi:
              Masa
Nilai Kepemimpinan
Masa Orde Baru
Era Reformasi
Integritas dan moralitas
Soeharto dianggap sebagai penanggung jawab utama ambruknya perekonomian Indonesia dewasa ini. Maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme pada masa pemerintahan Soeharto di anggap sebagai biang keladi terjadinya krisis ekonomi yang mendera Indonesia sejak akhir tahun 1997 sampai dengan saat ini.
Banyak orang-orang yang dihukum mati, terbunuh, atau dijebloskan ke dalam penjara selama bertahun-tahun dengan tuduhan termasuk kelompok Soekarnois, atau anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI). Rezim Orde Baru Soeharto menumpas demokrasi dan merintangi kebebasan berpendapat. Soeharto menyuruh tutup surat kabar, membredel majalah yang kritis, atau berani mengkritik dia secara terbuka.Demokrasi pun sangat tidak berkembang. Pemilu memang dilakukan lima tahun sekali, tetapi dalam iklim tidak demokratis. Dengan sikapnya yang otoriter, pemilu menjadi semacam pengesahan terhadap kelangsungan kekuasaanya saja.
SBY tidak menindak tegas orang-orang yang melakukan KKN sehingga banyak terjadi money politic dan koruptor-koruptor tidak akan jera dan banyak yang mengulanginya.
Tanggung jawab

Tanggung jawab atas negara dipegang penuh oleh Soeharto dengan sikap otoriter.
Kurangnya tanggung jawab dalam mempertahankan keutuhan NKRI terlihat ketika Timor Timor terlepas dari NKRI.
Visi Pemimpin

Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat.
Kepemimpinan masa depan di era reformasi ini berusaha untuk mewujudkan terciptanya ketahanan dan stabilitas nasional dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan nasional.
Kebijaksanaan

Kebijaksanaan yang tidak sama menyebabkan timbul KKN dan pembangunan yang cenderung terpusat dan tidak merata (Riau, Kalimantan Timur dan Irian)
Kebijaksanaan yang diambil cenderung ke arah ekonomi dan pendidikan untuk kesejahteraan rakyat seperti BLT dan dana BOS.
Keteladanan

Soeharto merupakan pemimpin yang memperhatikan orang-orang lemah dan latar belakang ekonomi kurang mampu, beliau sangat peduli terhadap petani dan nelayan. Beliau juga mampu mengayomi dan menyejahterakan rakyatnya terbukti dengan harga pangan yang murah, dan tercukupinya kebutuhan pokok.
Sosok cerdas, cermat dan konsisten adalah kelebihan SBY dalam membangun bangsa besar ini. Dalam meneruskan reformasi SBY telah menoreh prestasi yang diakui dunia dalam bidang demokrasi, penegakan HAM, korupsi dan pembangunan ekonomi. Bahkan SBY dianggap tokoh yang berpengaruh di dunia oleh majalah Times. Dijamannyalah penegakan korupsi temasuk yang paling besar dilakukan.
Menjaga Kehormatan.

Melalui kekuasaan yang digenggamnya selama 31 tahun, soeharto sempat membuat Indonesia maju dan dikagumi negara-negara lain.
Sekarang ini kehormatan bangsa Indonesia seolah sudah hampir menghilang, korupsi terjadi dimana-mana, jati diri sudah mulai luntur, dan nasionalisme menjadi barang yang langka.
Beriman

Munculnya ketidakjujuran pada diri Soeharto yang menimbulkan praktik KKN.
Memberikan kebebasan beragama dan memperbolehkan kembali budaya tiong hoa.
Kemampuan Berkomunikasi

Kemampuan berkomunikasi soeharto ditandai dengan  mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Kemampuan berkomunikasi terlihat ketika adanya permintaan  penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun
Komitmen Meningkatkan Kualitas SDM

Soeharto mencintai petani, peternak, bahkan para penyuluh dan periset pertanian. Soeharto mencanangkan revolusi hijau untuk melipatgandakan produk pertanian. Ia bangun bendungan atau pengairan yang dapat membuat petani tidak kekurangan air. Ia dirikan pabrik pupuk agar petani meraih angka produksi optimal.
Membangun puskesmas, sekolah inpres, bendungan, jalan raya, tanggul, mempopulerkan program keluarga berencana dan transmigrasi.
a.    Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
b.    Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin.
c.    Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi.









BAB III
PENUTUP
Kepemimpinan adalah suatu seni (art) dan ilmu (science) untuk mempengaruhi orang lain atau orang-orang yang dipimpin sehingga dari orang-orang yang dipimpin timbul suatu kemauan, respek, kepatuhan dan kepercayaan terhadap pemimpin untuk melaksanakan yang dikehendaki oleh pemimpin, atau tugas-tugas dan tujuan organisasi, secara efektif dan efisien.
Nilai-nilai kepemimpinan adalah sejumlah sifat-sifat utama yang harus dimiliki seorang pemimpin agar kepemimpinannya dapat efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sifat-sifat utama tersebut ibarat “roh” nya pemimpin yang membuat seseorang mampu menjalankan kepemimpinannya dengan berhasil guna. Tanpa roh kepemimpinan maka posisi atau jabatan seseorang sebagai pemimpin tidak ada artinya.
Tiap masa memiliki pola dan nilai-nilai kepemimpinan yang berbeda satu sama lain. Pola dan nilai kepemimpinan mampu membawa rakyat kedalam suatu kemakmuran atau bahkan kehancuran, hal ini tergantung dari berhasil atau tidaknya sang pemimpin menanamkan nilai kepemimpinan di dalam pola kepemimpinannya.









DAFTAR PUSTAKA

Pratama, Reviananda dkk. 2011. Makalah era reformasi. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FISE UNY.
Diakses dari http://mediaanakindonesia.wordpress.com/ presiden terbaik di Indonesia tgl 22/10/11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pictures