Kamis, 09 Desember 2010

Sejarah Pariwisata Indonesia_Orde lama


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dalam sejarah nusantara, diketahui bahwa kebiasaan mengadakan perjalanan telah dijumpai sejak lama. Dalam buku Nagara Kartagama, pada abad 14, Raja Hayam Wuruk dilaporkan telah mengelilingi Majapahit dengan diikuti oleh para pejabat Negara. Ia menjelajahi daerah Jawa Timur dengan mengendarai pedati. Pada awal abad 20, Susuhunan Pakubuwono X dikenal sebagai raja yang sangat suka mengadakan perjalanan. Hampir setiap tahun beliau mengadakan perjalanan ke Jawa Tengah , sambil memberikan hadiah berupa uang. Dalam tradisi kerajaan Mataram, raja atau penguasa daerah harus melakukan unjuk kesetiaan pada keratin dua kali setiap tahunnya, sambil membawa para pejabat, pekerja yang mengangkut logistik dan barang persembahan untuk raja. Dari sinilah, pariwisata Indonesia terus berkembang, sesuai dengan keadaan politik, sosial dan budaya masyarakatnya Kemajuan pesat pariwisata Indonesia sendiri, tidak terlepas dari usaha yang dirintis sejak beberapa dekade yang lalu.
Menurut Oka A. Yoeti (1996:24), berdasarkan kurun waktu perkembangan, Sejarah Pariwisata Indonesia dapat dibagi menjadi tiga periode penting yaitu; periode masa penjajahan Belanda, masa pendudukan Jepang, dan setelah Indonesia merdeka. Makalah ini menyaikan keadaan pariwisata di Indonesia pada masa setelah Indonesia merdeka tepatnya dalam kurun tahun 1945-1965.
B.  Rumusan Masalah
1.         Apa saja organisasi-organisasi pariwisata yang ada pada tahun 1945-1965?
2.         Apa tujuan organisasi-organisasi pariwisata yang ada pada tahun 1945-1965?

C.  Tujuan
1.      Mengetahui organisasi-organisasi pariwisata yang ada pada tahun 1945-1965.
2.      Mengetahui tujuan organisasi-organisasi pariwisata yang ada pada tahun 1945-1965.
BAB II
PEMBAHASAN

Setelah Indonesia merdeka, dunia kepariwisataan Indonesia mulai merangkak lagi. Meskipun pemerintahan Indonesia baru berdiri, namun pemerintah Indonesia waktu itu telah memikirkan untuk mengelola pariwisata.
1.    Menjelang akhir tahun 1946 dibentuk Badan Pusat Hotel Negara, yang merupakan organisasi perhotelan pertama di Indonesia. Pada tanggal 1 Juli 1947 pemerintah Indonesia mulai menghidupkan kembali industri – industri di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pariwisata.
2.    Berdirinya suatu badan yang mengelola hotel-hotel yang sebelumnya dikuasai pemerintah pendudukan. Badan yang baru dibentuk itu bernama HONET (Hotel National & Tourism). Badan tersebut segera mengambil alih hotel – hotel yang terdapat di daerah: Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Cirebon, Sukabumi, Malang, Sarangan, Purwokerto, Pekalongan, yang semuanya diberi nama hotel merdeka. Terjadinya KMB (Konferensi Meja Bundar) pada tahun 1949 mengakibatkan perkembangan lain, mengingat salah satu isi perjanjian KMB adalah bahwa seluruh harta kekayaan milik Belanda harus dikembalikan kepada pemiliknya. Oleh karena itu ahirnya HONET dibubarkan dan selanjutnya berdiri  badan hukum NV HORNET yang merupakan badan satu-satunya yang menjalankan aktivitas di bidang perhotelan dan pariwisata.
3.    Tahun 1952 dengan keputusan presiden RI, dibentuk Panitia Inter Departemental Urusan Turisme yang diketuai oleh Nazir St. Pamuncak dengan sekertaris RAM Sastrodanukusumo. Tugas panitia tersebut antara lain menjajagi kemungkinan terbukanya kembali Indonesia sebagai daerah tujuan wisata.
4.    Hotel dan Tourisme Indonesia (SERGAHTI) yang diketuai oleh A Tambayong, pemilik hotel Orient yang berkedudukan di Bandung. Badan tersebut dibantu pula oleh S Saelan (pemilik hotel Cipayung di Bogor), dan M Sungkar Alurmei (Direktur hotel Pavilion/Majapahit di Jakarta), yang kemudian medirikan cabang dan menetapkan komisaris di masing masing daerah di wilayah Indonesia. Keanggotaan SERGAHTI pada saat itu mencakup seluruh hotel di Indonesia.
5.    Beberapa pejabat tinggi Negara yang posisinya ada kaitannya dengan dengan aspek parwisata Indonesia dan beberapa anggota elite masyarakat yang peduli terhadap potensi pariwisata nasional mendirikan Yayasan Tourisme Indonesia atau YTI pada tahun 1955 serta berdiri pula Bank Industri Negara mendirikan perusahaan berbadan hukum perseroan terbatas dengan nama PT NATOUR Ltd. (National Hotel and Tourism Corporation Limited). Perusahaan ini dipimpin oleh Singgih dan S Haryowiguno, dan memiliki hotel di Jakarta (Hotel Transaera), Bali (Hotel Bali, Kuta Beach Hotel, dan Sindhu Beach), Jayapura (Hotel Jayapura).
YTI berperan untuk meningkatkan efektifitas usaha pariwisata, dengan satu tujuan yaitu memberi arti dan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. Badan ini bersifat non komersial, diurus oleh insan pariwisata swasta maupun pemerintah yang dibiayai oleh donatur dan sokongan berbagai pihak. Gerakan dan promosi YTI dalam mempopulerkan wisata turut pula meningkatkan gairah wisata. Para wartawan media cetak dan elektronik saat itu cukup membawa dampak positif dalam perkembangan pariwisata. Kemudahan peraturan imigrasi untuk masuk dan keluar Indonesia, serta bea cukai yang dipermudah, ditambah lagi dengan adanya kerja sama dengan organisasi pariwisata internasional semakin mendorong perkembangan pariwista Indonesia saat itu. Dalam waktu yang singkat YTI telah berhasil membuka cabang-cabang di berbagai daerah di Indonesia. Dengan semangat yang menggebu-gebu YTI melakukan kampanye “sadar wisata” untuk memasyarakatkan pariwisata.
“Sadar Wisata” untuk “Memasyarakatkan pariwisata” adalah jargon pariwisata akhir tahun 1990, namun secara substansial kegiatan itu telah dilakukan sejak tahun 1955 oleh YTI. YTI juga menjalin hubungan dengan organisasi-organisasi kepariwisataan Interbasional dan menjadi anggota dari Pacific Area Tourism (PATA) dan ASTA.
Dengan keberhasilan tersebut, YTI kemudian mengajukan permohonan kepada pemerintah agar diakui sebagai satu-satunya badan yang mendapat tugas untuk membina dan membimbing kepariwisataan di Indonesia. Menteri Perhubungan Suchyar Tedjasusmana bersedia memberikan pengakuan itu dengan syarat agar YTI menyelenggarakan kongres lepariwisataan yang bersifat nasional.
Munas Tourisme I tersebut menghasilkan sebuah wadah tunggal swasta yang bergerak di bidang kepariwisataan, yaitu Dewan Tourisme Indonesia mendapat pengakuan dari pemerintah sebagai satu-satunya badan sentral swasta. Bersifat non-komersial dan bertindak sebagai wakil dari badan atau lembaga yayasan di daerah untuk membantu dan mendampingi pemerintah dan mengurus soal-soal kepariwisataan.
Penggunaan nama Dewan Tourisme Indonesia merupakan sebuah kompromi yang tercapai antara YTI dengan organisasi-organisasi kepariwisataan non-YTI. Dari hasil kompromi tersebut seluruh organisasi kepariwisataan meleburkan menjadi satu ke dalam DTI.
6.    Lahirnya DTI (Dewan Tourisme Indonesia) Pada tanggal 12 sampai dengan 14 Januari 1957 dalam Musyawarah Nasional Tourisme I. Dalam musyawarah ini terbentuk Dewan Tourisme Indonesia (DTI) melalui SK Kementrian Perhubungan RI Nomor H2/2/21 tanggal 8 April 1957. DTI cukup berkembang dan menghasilkan beberapa kegiatan antara lain :
a.    Kemudahan visa kunjungan ke Indonesia di seluruh KBRI di luar negeri
b.    Pengiriman SDM ke luar negeri untuk meningkatkan pengetahuan pariwisata
c.    Menjadi anggota organisasi-organisasi pariwisata dunia
d.   Menerima kunjungan tim riset PATA dalam rangka promosi pariwisata Indonesia melalui PATA
e.    Menghadiri konferensi – konferensi pariwisata dunia
     Atas ijin pemerintah, DTI membeli PT Nitour (pemegang jaringan terbesar dalam pengaturan wisatawan mancanegara di Indonesia) untuk dapat lebih mengembangkan kegiatannya. Awal tahun 1958 DTI mengadakan Musyawarah Turisme II di Tretes. Salah satu hasil musyawarah adalah masalah keuangan organisasi, yang memerlukan pengembangan bentuk usaha dari non komersil menjadi komersil agar dapat mengembangkan usaha pariwisata yang diakuisisi. Terdapat pula hal penting yaitu istilah pariwisata yang mulai dipakai dalam munas ini yang dipopulerkan oleh GPH Djatikusumo yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perhubungan darat.
     Setelah menghadiri konferensi IUOTO (International Union of Official Travel Organization) Sultan Hamengkubuwono IX lebih berperan dalam pariwisata dunia, kemudian menteri perhubungan darat mengeluarkan keputusan Nomor H2/3/1960 tanggal 14 Maret 1960 yang intinya adalah :
a.    Menunjuk DTI sebagai satu satunya badan yang bertanggung jawab untuk mengatur turisme Indonesia
b.    Mengadakan penyusunan kembali DTI
Dalam menyusun rencana pengembangan Ekonomi Indonesia, Dewan Perancang Nasional (DEPERNAS) memasukan pariwisata sebagai bagian dalam pengembangan perekonomian negara. Hal inilah yang menjadi titik tolak penting pariwisata Indonesia, yang menempatkan pariwisata sebagai bagian perekonomian negara. Dalam rancangan pembangunan nasional, DEPERNAS bersama MPRS melalui Ketetapan MPRS No. 1/1960 menetapkan proyek pariwisata sebagai sumber pembiayaan pembangunan nasional.
7.      Lahirnya Dewan Pariwisata Indonesia (DEPARI)
Dalam usaha untuk meningkatkan pelayanan kepada wisatawan, pemerintah melalui Kepres Nomor 65 berdasarkan UUD 1945 ayat 4 dan Ketetapan MPRS Nomor I/1960, menetapkan; Pertama, Membentuk panitia penampung orang asing, yang diketuai oleh Sultan Hamengkubuwono IX; Kedua , Memberi tugas kepada dewan tersebut agar :
a.    Mempermudah masuknya orang asing ke Indonesia
b.    Menetapkan kebijaksanaan pengawasan
c.    Meningkatkan kesadaran wisata kepada seluruh masyarakat
d.   Memberi masukan kepada pemerintah dalam upaya pengembangan pariwisata Indonesia
Munas DTI III yang dilaksanakan pada tanggal 3 sampai 4 Agustus 1961 di Jakarta kemudian menghasilkan beberapa keputusan antara lain :
a.    Perobahan nama DTI menjadi Dewan Pariwisata Indonesia (DEPARI)
b.    Dukungan terhadap ketua Depari untuk melaksanakan tugas yang dibebankan oleh pemerintah
c.    Persetujuan pelaksanaan konferensi PATA di Indonesia Tahun 1963
d.   Peletakan dasar-dasar usaha pariwisata seperti akomodasi internasional, travel agents, perbaikan dan perluasan sarana transportasi, penambahan frekuensi penerbangan.
Setahun kemudian, pemerintah mendirikan Akademi Perhotelan di Bandung yang kemudian menjadi NHI/BPLP/STP, dan berdiri pula Akademi Pariwisata (AKTRIPA) Indonesia dibawah yayasan YAPARI, yang kemudian sekarang menjadi STIEPAR-YAPARI.
Penyelenggaraan konferensi PATA ke XII di Jakarta dengan workshop di Bandung, ternyata mampu menempatkan Indonesia menjadi salah satu jaringan pariwisata penting di kawasan Pasifik dan Timur jauh. Demikian pula posisi dalam organisasi pariwisata dunia dimana Sri Sultan hamengkubuwono IX menjadi Vice President dalam konferensi pariwisata di Roma.











BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Perkembangan sector pariwisata di Indonesia dalam kurun waktu 1945-1965 sangat tergantung pada organisasi-organisasi yang ada pada waktu itu, contohnya: Badan  Pusat Hotel Negara, HONET (Hotel National & Tourism), Panitia Inter Departemental Urusan Turisme, Hotel dan Tourisme Indonesia (SERGAHTI), Yayasan Tourisme Indonesia, Dewan Tourisme Indonesia, dan berujung berdirinya Dewan Pariwisata Indonesia.
Peran organisasi-organisasi di atas sangat penting, namun organisasi yang paling menjadi titik tolak untuk perkembangan pariwisata Indonesia selanjutnya saat itu adalah Yayasan Tourisme Indonesia. Badan ini pada awalnya bersifat non komersial, diurus oleh insan pariwisata swasta maupun pemerintah yang dibiayai oleh donatur dan sokongan berbagai pihak. Gerakan dan promosi YTI dalam mempopulerkan wisata turut pula meningkatkan gairah wisata yang tentunya tidak lepas dari peran pers. YTI kemudian melebur dengan organisasi-organisai pariwisata lain dengan nama Dewan Tourisme Indonesia, yang merupakan cikal bakal dari Dewan Pariwisata Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Ferbianty, Dieny. 2008. Sejarah Pariwisata Indonesia, (Online), (diakses dari http://khukus.multiply.com/journal/item/22/Sejarah_Pariwisata_Indonesia, pada 23 Oktober 2010).

Rahman, Fauzi Nor. 2009. Sejarah Pariwisata Zaman Orde Lama 1945-1965, (Online), (diakses dari http://fauzihistory.blogspot.com/2009/03/sejarah-pariwisata-zaman-orde-lama-1945.html, pada 23 Oktober 2010).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pictures