1. Isu good governance dan clean governance merupakan isu penting dalam pengelolaan administrasi publik dan juga kepegawaian dewasa ini. Tuntutan reformasi di segala bidang merupakan sebuah keharusan. Reformasi tidak hanya dalam berbagai aspek kebijakan baik ekonomi maupun politik, namun juga perlu reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi juga meliputi proses rekrutmen Pegawai Negeri Sipil dan pengangkatan pejabat publik baik nasional maupun daerah. Pelaksanaan fit and proper test sebagai bagian dari proses reformasi birokrasi terutama dalam rekrutmen telah melahirkan pejabat publik yang memiliki kompetensi dan berkualitas dalam penerapan nilai Pancasila. Kondisi ini akan membantu pemerintah dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas pembangunan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Pelaksanaan fit and proper test juga merupakan upaya untuk menghapus korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam birokrasi pemerintahan.
2. Diadakan tindak lanjut setelah proses rekruitmen. Seperti kontrol kinerja para pejabat secara rutin, pelatihan bagaimana kinerja yang baik, dan penerapan peraturan yang ketat. Sehingga pada mulanya para pejabat terpaksa melakukan, dan lambat laun menjadi suatu kebiasaan atas nilai-nilai Pancasila dan kesadaran yang membudaya. Selain itu hasil-hasil evaluasi kinerja pejabat akan ditindaklanjuti (follow up) dengan mengadakan pelatihan (training) kepribadian dan kinerja yang sesuai dengan nilai Pancasila.
3. Pelaksanaan evaluasi tidak hanya mengacu kepada prestasi kerja dan materi saja, tapi juga menyangkut nilai-nilai kepribadian yang sesuai Pancasila. Sehingga kepribadian Pancasila terbentuk pada pribadi setiap pejabat.
4. Moral merupakan ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan paraturan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia meneguhkan dasar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakekat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, pejabat dituntut untuk menerapkan etika politik agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas, legitimasi demokratis dan legitimasi moral.
5. Selalu menghindari pelaksanaan politik kotor, seperti money politic, politik “adu domba”, berbuat curang dalam pemilu, bersikap otoriter sebagai pemimpin, bertindak anarkis bila kalah dalam pemilu.
6. Perlu diperhatikan etika kehidupan berbangsa yang bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan saling menolong di antara sesama manusia dan nlai-nilai Pancasila lain.
7. Perlu pula ditumbuhkembangkan kembali budaya malu, yaitu malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa serta nilai-nilai Pancasila. Rasa malu untuk menyimpang dari nilai-nilai sosial yang ada akan mendorong pemerintahan yang bersih.
8. Demikian juga perlu ditumbuhkembangkan budaya keteladanan yang diwujudkan dalam perilaku para pemimpin baik formal maupun informal pada setiap lapisan masyarakat, sehingga rakyat mempunyai contoh nyata sosok yang patut dijadikan teladan.
9. Pejabat dituntut untuk mempunyai kesadaran bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya tinggi, sehingga dapat menggugah hati setiap manusia Indonesia untuk mampu melakukan adaptasi, interaksi dengan bangsa lain, dan mampu melakukan tindakan proaktif sejalan dengan tuntutan globalisasi dengan penghayatan dan pengamalan agama dan nilai-nilai Pancasila yang benar serta melakukan kreativitas budaya yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar