Jumat, 24 Juni 2011

Konflik Sosial


BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Konflik pada dasarnya merupakan bagian dari kehidupan sosial, karena itu tidak ada masyarakat yang steril dari realitas konflik. konflik dan konsensus, integrasi dan perpecahan adalah proses fundamental yang walau dalam porsi dan campuran yang berbeda merupakan bagian dari setiap sistem sosial yang dapat dimengerti. Karena konflik merupakan bagian kehidupan sosial, maka dapat dikatakan konflik sosial merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat ditawar. setiap masyarakat tunduk pada proses perubahan, perubahan sosial terdapat di manamana setiap masyarakat memperlihatkan konflik dan pertentangan, konflik terdapat di mana-mana, setiap unsur dalam masyarakat memeberikan kontribusi terhadap desintegrasi dan perubahan, setiap masyarakat dicirikan oleh adanya penguasaan sejumlah kecil orang terhadap sejumlah besar lainnya. konflik mungkin positif sebab dapat meredakan ketegangan yang terjadi dalam suatu kelompok dengan memantapkan keutuhan dan keseimbangan.  masyarakat yang terbuka dan berstruktur longgar membangun benteng untuk membendung tipe konflik yang akan membahayakan konsensus dasar kelompok itu dari serangan terhadap nilai intinya dengan membiarkan konflik itu berkembang di sekitar masalah-masalah yang tidak mendasar.
B.  RUMUSAN MASALAH
1.   Bagaimana pengertian konflik sosial?
2.   Apa saja penyebab dan sumber konflik sosial?
3.   Apa saja bentuk dan macam konflik sosial?
4.   Bagaimana proses konflik sosial?
5.   Bagaimana penyelesaian konflik sosial?
6.   Apa saja akibat konflik sosial?
7.   Apa saja teori konflik sosial?
C.  TUJUAN PENULISAN
1.   Bagaimana pengertian konflik sosial
2.   Apa saja penyebab dan sumber konflik sosial
3.   Apa saja bentuk dan macam konflik sosial
4.   Bagaimana proses konflik sosial
5.   Bagaimana penyelesaian konflik sosial
6.   Apa saja akibat konflik sosial
7.   Apa saja teori konflik sosial
BAB II
PEMBAHASAN
A.  DEFINISI KONFLIK SOSIAL
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik, dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2002) diartikan sebagai percekcokan, perselisihan, dan pertentangan. Menurut beberapa ahli:
1.    Kartono & Gulo (1987), konflik berarti ketidaksepakatan dalam satu pendapat emosi dan tindakan dengan orang lain. Dalam bentuk kekerasan (violent), bisa juga berkadar rendah yang tidak menggunakan kekerasan (non-violent).
2.    Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
3.    Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
4.    Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
5.    Menurut Minnery, Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
6.    Menurut Robbins Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif
7.    Meurut Pace & Faules Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami.
8.    Menurut Folger & Poole Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi
9.    Myers, Kreps, Stewart Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat interaksi.
10.  Menurut Devito komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda.
Ada sejumlah prasyarat yang memungkinkan konflik sosial dapat berlangsung, antara lain:
1.    Ada isyu-kritikal yang menjadi perhatian bersama (commonly problematized) dari para pihak berbeda kepentingan,
2.    Ada inkompatibilitas harapan/kepentingan yang bersangkut-paut dengan sebuah obyek-perhatian para pihak bertikai,
3.    Gunjingan/gossip atau hasutan serta fitnah merupakan tahap inisiasi konflik sosial yang sangat menentukan arah perkembangan konflik sosial menuju wujud riil di dunia nyata,
4.    Ada kompetisi dan ketegangan psiko-sosial yang terus dipelihara oleh kelompok-kelompok berbeda kepentingan sehingga memicu konflik sosial lebih lanjut.
Ada tiga jenis pihak yang terlibat dalam konflik :
        Primary party adalah pihak yang memiliki tujuan jelas dari konflik tersebut. Kelompok ini tampak secara terang-terangan melakukan aksi untuk menarik kepentingan dari pihak lawan
        Secondary party adalah pihak yang tidak terlibat langsung, namun jelas memiliki kepentingan yang juga tidak sedikit dalam sebuah konflik
        Interested third party adalah pihak yang memiliki kepentingan terhadap hasil akhir dari konflik: apakah perdamaian atau perluasan konflik

B. PENYEBAB dan SUMBER KONFLIK SOSIAL
PENEBAB KONFLIK
1. Perbedaan pendapat
Suatu konflik yang terjadi karena pebedaan pendapat dimana masing-masing pihak merasa dirinya benar, tidak ada yang mau mengakui kesalahan, dan apabila perbedaan pendapat tersebut amat tajam maka dapat menimbulkan rasa kurang enak, ketegangan dan sebagainya.
2. Salah paham
Salah paham merupakan salah satu hal yang dapat menimbulkan konflik. Misalnya tindakan dari seseorang yang tujuan sebenarnya baik tetapi diterima sebaliknya oleh individu yang lain.
3. Ada pihak yang dirugikan
Tindakan salah satu pihak mungkin dianggap merugikan yang lain atau masing-masing pihak merasa dirugikan pihak lain sehingga seseorang yang dirugikan merasa kurang enak, kurang senang atau bahkan membenci.
4. Perasaan sensitive
Seseorang yang terlalu perasa sehingga sering menyalah artikan tindakan orang lain. Contoh, mungkin tindakan seseorang wajar, tetapi oleh pihak lain dianggap merugikan

SUMBER KONFLIK
1. Komunikasi: salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti, atau informasi yang mendua dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
2. Struktur: pertarungan kekuasaan antar departemen dengan kepentingan-kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber-sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.
3. Pribadi: ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan dalam nilai-nilai atau persepsi. 

C. BENTUK DAN MACAM KONFLIK SOSIAL
Konflik yang terjadi pada manusia ada berbagai macam ragamnya, bentuknya, dan jenisnya, yaitu:
1. Konflik tujuan
Konflik tujuan terjadi jika ada dua tujuan atau yang kompetitif bahkan yang kontradiktif.
2. Konflik peranan
Konflik peranan timbul karena manusia memiliki lebih dari satu peranan dan tiap peranan tidak selalu memiliki kepentingan yang sama.
3. Konflik nilai
Konflik nilai dapat muncul karena pada dasarnya nilai yang dimiliki setiap individu dalam organisasi tidak sama, sehingga konflik dapat terjadi antar individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan organisasi.
4. Konflik kebijakan
Konflik kebijakan dapat terjadi karena ada ketidaksetujuan individu atau kelompok terhadap perbedaan kebijakan yang dikemuka- kan oleh satu pihak dan kebijakan lainnya.
Konflik dipandang destruktif dan disfungsional bagi individu yang terlibat apabila:
1. Konflik terjadi dalam frekuensi yang tinggi dan menyita sebagian besar kesempatan individu untuk berinteraksi. Ini menandakan bahwa problem tidak diselesaikan secara kuat. Sebaliknya, konflik yang konstruktif terjadi dalam frekuensi yang wajar dan masih memungkinkan individu-individunya berinteraksi secara harmonis.
2. Konflik diekspresikan dalam bentuk agresi seperti ancaman atau paksaan dan terjadi pembesaran konflik baik pembesaran masalah yang menjadi isu konflik maupun peningkatan jumlah individu yang terlibat. Dalam konflik yang konstruktif isu akan tetap terfokus dan dirundingkan melalui proses pemecahan masalah yang saling menguntungkan.
3. Konflik berakhir dengan terputusnya interaksi antara pihak-pihak yang terlibat. Dalam konflik yang konstruktif, kelangsungan hubungan antara pihak-pihak yang terlibat akan tetap terjaga.

MACAM – MACAM KONFLIK SOSIAL
a.    Konflik antar kelas sosial (social class conflict) sebagaimana terjadi antara “kelas buruh” melawan “kelas majikan” dalam konflik hubungan-industrial
b.    Modes of production conflict (konflik moda produksi dalam perekonomian) yang berlangsung antara kelompok pelaku ekonomi bermodakan (cara-produksi) ekonomi peasantry-tradisionalisme (pertanian skala kecil subsisten-sederhana) melawan para pelaku ekonomi bersendikan moral-ekonomi akumulasi profit dan eksploita
c.    Konflik sumberdaya alam dan lingkungan (natural resources conflict) adalah konflik sosial yang berpusat pada isyu “claim dan reclaiming” penguasaan sumberdaya alam (tanah atau air) sebagai pokok sengketa terpenting, ex. Konflik agraria
d.      Konflik ras (ethnics and racial conflict) yang mengusung perbedaan warna kulit dan atribut sub-kultural yang melekat pada warna kulit pihak-pihak yang berselisih
e.   Konflik antar-pemeluk agama (religious conflict) yang berlangsung karena masingmasing pihak mempertajam perbedaan prinsip yang melekat pada ajaran masing masing agama yang dipeluk mereka
f.    Konflik sektarian (sectarian conflict), adalah konflik yang dipicu oleh perbedaan pandangan atau ideologi yang dianut antar pihak
Konfilk tidak selalu mengakibatkan hal-hal yang buruk, tetapi kadang mendatangkan hal yang positif. Segi positif dari adanya konflik yaitu :
1.      Memperjelas aspek- aspek kehidupan yang belum jelas atau belum tuntas ditelaah.
2.      Memungkinkan adanya penyesuaian kembali norma dan nilai serta hubungan sosial dalam kelompok bersangkutan sesuai dengan kebutuhan individu atau kelompok.
3.      Merupakan jalan untuk mengurangi ketergantungan antar individu dan kelompok.
4.      Dapat membantu menghidupkan kembali norma lama dan norma baru
5.      Dapat berfungsi sebagai sarana untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat.

D. PROSES KONFLIK
Menurut Robbins proses konflik terdiri dari lima tahap, yaitu:
(1)  oposisi atau ketidakcocokan potensial
Oposisi atau ketidakcocokan potensial adalah adanya kondisi yang menciptakan kesempatan untuk munculnya koinflik. Kondisi ini tidak perlu langsung mengarah ke konflik, tetapi salah satu kondisi itu perlu jika konflik itu harus muncul. Kondisi tersebut dikelompokkan dalam kategori: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi. Komunikasi yang buruk merupakan alasan utama dari konflik, selain itu masalah-masalah dalam proses komunikasi berperan dalam menghalangi kolaborasi dan merangsang kesalahpahaman.
(2)  kognisi dan personalisasi
Karakter pribadi yang mencakup sistem nilai individual tiap orang dan karakteristik kepribadian, serta perbedaan individual bisa menjadi titik awal dari konflik. Kognisi dan personalisasi adalah persepsi dari salah satu pihak atau masing-masing pihak terhadap konflik yang sedang dihadapi. Kesadaran oleh satu pihak atau lebih akan eksistensi kondisi-kondisi yang menciptakan kesempatan untuk timbulnya konflik. Bilamana hal ini terjadi dan berlanjut pada tingkan terasakan, yaitu pelibatan emosional dalam suatu konflik yang akan menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi dan pemusuhan.
(3)  Maksud
Maksud adalah keputusan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu dari pihak-pihak yang berkonflik. Maksud dari pihak yang berkonflik ini akan tercermin atau terwujud dalam perilaku, walaupun tidak selalu konsisten. Maksud dalam penanganan suatu konflik ada lima, yaitu: (1) bersaing, tegas dan tidak kooperatif, yaitu suatu hasrat untuk memuaskan kepentingan seseorang atau diri sendiri, tidak peduli dampaknya terhadap pihak lain dalam suatu episode konflik; (2) berkolaborasi, bila pihak-pihak yang berkonflik masing-masing berhasrat untuk memenuhi sepenuhnya kepentingan dari semua pihak, kooperatif dan pencaharian hasil yang bermanfaat bagi semua pihak; (3) mengindar, bilamana salah satu dari pihak-pihak yang berkonflik mempunyai hasrat untuk menarik diri, mengabaikan dari atau menekan suatu konflik; (4) mengakomodasi, bila satu pihak berusaha untuk memuaskan seorang lawan, atau kesediaan dari salah satu pihak dalam suatu konflik untuk menaruh kepentingan lawannya diatas kepentingannya; dan (5) berkomromi, adalah suatu situasi di mana masing-masing pihak dalam suatu konflik bersedia untuk melepaskan atau mengurangi tuntutannya masing-masing
(4)  perilaku
Perilaku mencakup pernyataan, tindakan, dan reaksi yang dibuat an untuk menghancurkan pihak lain, serangan fisik yang agresif, ancaman dan ultimatun, serangan verbal yang tegas, pertanyaan atau tantangan terang-terangan terhadap pihak lain, dan ketidaksepakatan atau salahpaham kecil
(5) hasil
Hasil adalah jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik dan menghasilkan konsekuensi. Hasil bisa fungsional dalam arti konflik menghasilkan suatu perbaikan kinerja kelompok, atau disfungsional dalam arti merintangi kinerja kelompok.oleh pihak-pihak yang berkonflik.

E.  PENYELESAIAN KONFLIK
Kebijakan Penanggulangan.
Adapun kebijakan yang diperlukan guna memperkukuh upaya integrasi nasional adalah sebagai berikut :
  1. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu.
  2. Menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.
  3. Membangun kelembagaan (Pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.
  4. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam aspek kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan bagi semua pihak, semua wilayah.
  5. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan efektif.
Strategi Penanggulangan
Adapun strategi yang digunakan dalam penanggulangan disintegrasi bangsa antara lain :
  1. Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air dan rasa persaudaraan, agar tercipta kekuatan dan kebersamaan di kalangan rakyat Indonesia.
  2. Menghilangkan kesempatan untuk berkembangnya primodialisme sempit pada setiap kebijaksanaan dan kegiatan, agar tidak terjadi KKN.
  3. Meningkatkan ketahanan rakyat dalam menghadapi usaha-usaha pemecahbelahan dari anasir luar dan kaki tangannya.
  4. Penyebaran dan pemasyarakatan wawasan kebangsaan dan implementasi butir-butir Pancasila, dalam rangka melestarikan dan menanamkan kesetiaan kepada ideologi bangsa.
  5. Menumpas setiap gerakan separatis secara tegas dan tidak kenal kompromi.
  6. Membentuk satuan sukarela yang terdiri dari unsur masyarakat, TNI dan Polri dalam memerangi separatis.
  7. Melarang, dengan melengkapi dasar dan aturan hukum setiap usaha untuk menggunakan kekuatan massa.
Untuk mendukung terciptanya keberhasilan suatu kebijaksanaan dan strategi pertahanan disarankan :
  1. Penyelesaian konflik vertikal yang bernuansa separatisme bersenjata harus diselesaikan dengan pendekatan militer terbatas dan professional guna menghindari korban dikalangan masyarakat dengan memperhatikan aspek ekonomi dan sosial budaya serta keadilan yang bersandar pada penegakan hukum.
  2. Penyelesaian konflik horizontal yang bernuansa SARA diatasi melalui pendekatan hukum dan HAM.
  3. Penyelesaian konflik akibat peranan otonomi daerah yang menguatkan faktor perbedaan, disarankan kepemimpinan daerah harus mampu meredam dan memberlakukan reward and punishment dari strata pimpinan diatasnya.
  4. Guna mengantisipasi segala kegiatan separatisme ataupun kegiatan yang berdampak disintegrasi bangsa perlu dibangun dan ditingkatkan institusi inteligen yang handal.
strategi yang dipandang paling efektif, antara lain: (1) tujuan sekutu besar, yaitu dengan melibatkan pihak-pihak yang berkonflik ke arah tujuan yang lebih besar dan kompleks. Misalnya dengan cara membangun sebuah kesadaran nasional yang lebih mantap; (2) tawarmenawar integratif, yaitu dengan menggiring pihak-pihak yang berkonflik, untuk lebih berkonsentrasi pada kepentingan yang luas, dan tidak hanya berkisar pada kepentingan sempit, misalnya kepentingan individu, kelompok, golongan atau suku bangsa tertentu.

F.  AKIBAT KONFLIK
         Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut:
(1) meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (in-group) yang mengalami  konflik dengan kelompok lain
(2) keretakan hubungan antar kelompokyang bertika
(3) perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dan lain-lain
(4) kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia
(5) dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.       

G. TEORI KONFLIK
Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula.

Teori Konflik Menurut Lewis A. Coser

Inti Pemikiran

Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya.
Seluruh fungsi positif konflik tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok yang sedang mengalami konflik dengan kelompok lain. Misalnya, pengesahan pemisahan gereja kaum tradisional (yang memepertahankan praktek- praktek ajaran katolik pra- Konsili Vatican II) dan gereja Anglo- Katolik (yang berpisah dengan gereja Episcopal mengenai masalah pentahbisan wanita). Perang yang terjadi bertahun- tahun yang terjadi di Timur Tengah telah memperkuat identitas kelompok Negara Arab dan Israel.
Coser melihat katup penyelamat berfungsi sebagai jalan ke luar yang meredakan permusuhan, yang tanpa itu hubungan- hubungan di antara pihak-pihak yang bertentangan akan semakin menajam. Katup Penyelamat (savety-value) ialah salah satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial. Katup penyelamat merupakan sebuah institusi pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah sistem atau struktur.
Menurut Coser konflik dibagi menjadi dua, yaitu:
  1. Konflik Realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan- tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan. Contohnya para karyawan yang mogok kerja agar tuntutan mereka berupa kenaikan upah atau gaji dinaikkan.
  2. Konflik Non- Realistis, konflik yang bukan berasal dari tujuan- tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Coser menjelaskan dalam masyarakat yang buta huruf pembasan dendam biasanya melalui ilmu gaib seperti teluh, santet dan lain- lain. Sebagaimana halnya masyarakat maju melakukan pengkambinghitaman sebagai pengganti ketidakmampuan melawan kelompok yang seharusnya menjadi lawan mereka.
Menurut Coser terdapat suatu kemungkinan seseorang terlibat dalam konflik realistis tanpa sikap permusuhan atau agresi.
Akan tetapi apabila konflik berkembang dalam hubungan- hubungan yang intim, maka pemisahan (antara konflik realistis dan non-realistis) akan lebih sulit untuk dipertahankan. Coser mennyatakan bahwa, semakin dekat suatu hubungan semakin besar rasa kasih saying yang sudah tertanam, sehingga semakin besar juga kecenderungan untuk menekan ketimbang mengungkapkan rasa permusuhan. Sedang pada hubungan- hubungan sekunder, seperti misalnya dengan rekan bisnis, rasa permusuhan dapat relatif bebas diungkapkan. Hal ini tidak selalu bisa terjadi dalam hubungan- hubungan primer dimana keterlibatan total para partisipan membuat pengungkapan perasaan yang demikian merupakan bahaya bagi hubungan tersebut. Apabila konflik tersebut benar- benar melampaui batas sehingga menyebabkan ledakan yang membahayakan hubungan tersebut.Coser. Mengutip hasil pengamatan Simmel yang meredakan ketegangan yang terjadi dalam suatu kelompok. Dia menjelaskan bukti yang berasal dari hasil pengamatan terhadap masyarakat Yahudi bahwa peningkatan konflik kelompok dapat dihubungkan dengan peningkatan interaksi dengan masyarakat secara keseluruhan. Bila konflik dalam kelompok tidak ada, berarti menunjukkan lemahnya integrasi kelompok tersebut dengan masyarakat. Dalam struktur besar atau kecil konflik in-group merupakan indikator adanya suatu hubungan yang sehat. Coser sangat menentang para ahli sosiologi yang selalu melihat konflik hanya dalam pandangan negatif saja. Perbedaan merupakan peristiwa normal yang sebenarnya dapat memperkuat struktur sosial. Dengan demikian Coser menolak pandangan bahwa ketiadaan konflik sebagai indikator dari kekuatan dan kestabilan suatu hubungan.

Teori Konflik Menurut Ralf Dahrendorf

Inti Pemikiran

Teori konflik Ralf Dahrendorf merupakan separuh penerimaan, separuh penolakan, serta modifikasi teori sosiologi Karl Marx. Karl Marx berpendapat bahwa pemilikan dan Kontrol sarana- sarana berada dalam satu individu- individu yang sama.
Menurut Dahrendorf tidak selalu pemilik sarana- sarana juga bertugas sebagai pengontrol apalagi pada abad kesembilan belas. Bentuk penolakan tersebut ia tunjukkan dengan memaparkan perubahan yang terjadi di masyarakat industri semenjak abad kesembilan belas.Diantaranya:
Menurut Dahrendorf timbulnya korporasi- korporasi dengan saham yang dimiliki oleh orang banyak, dimana tak seorangpun memiliki kontrol penuh merupakan contoh dari dekomposisi modal. Dekomposisi tenaga.
Di abad spesialisasi sekarang ini mungkin sekali seorang atau beberapa orang mengendalikan perusahaan yang bukan miliknya, seperti halnya seseorang atau beberapa orang yang mempunyai perusahaan tapi tidak mengendalikanya. Karena zaman ini adalah zaman keahlian dan spesialisasi, manajemen perusahaan dapat menyewa pegawai- pegawai untuk memimpin perusahaanya agar berkembang dengan baik

·         Timbulnya kelas menengah baru
Pada akhir abad kesembilan belas, lahir kelas pekerja dengan susunan yang jelas, di mana para buruh terampil berada di jenjang atas sedang buruh biasa berada di bawah.
















BAB III
PENUTUP
A.   KESIMPULAN
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konfik dapat disebabkan karena Perbedaan pendapat, Salah paham, Ada pihak yang dirugikan, Perasaan sensitive dan lain- lain. Konflik dapat diatasi dengan beragam solusi, diantaranya Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu, Menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu dan membiasakan diri untuk selalu membangun consensus, Membangun kelembagaan (Pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pictures