Jumat, 26 November 2010

Inflasi di Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Bila ditinjau dalam jangka panjang, sejak kemerdekaan, upaya Pemerintah Indonesia menjaga kestabilan mata uang telah menuju ke arah yang lebih baik. Prof. M. Sadli, 2005, mengungkapkan bahwa inflasi di Indonesia tinggi sekali di zaman Presiden Sukarno, karena kebijakan fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent (kalau perlu uang, cetak saja). Di zaman Suharto pemerintah berusaha menekan inflasi akan tetapi tidak bisa di bawah 10% setahun rata-rata, antara lain oleh karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain sebagai agent of development, yang bisa mengucurkan kredit likuiditas tanpa batas. Baru di zaman reformasi, mulai di zaman Presiden Habibie maka fungsi Bank Indonesia mengutamakan penjagaan nilai rupiah. Tetapi karena sejarah dan karena inflationary expectations masyarakat (yang bertolak ke belakang, artinya bercermin kepada sejarah) maka “inflasi inti” masih lebih besar daripada 5 persen setahun.
Pada tahun 1990-an, Pemerintahan Soeharto juga sebenarnya telah mampu menjaga tingkat inflasi dengan rata-rata di bawah 10%. Hanya saja ketika memasuki masa krisis moneter Indonesia dan Asia 1997 Inflasi kembali meningkat menjadi 11,10% dan kemudian melompat menjadi 77,63% pada tahun 1998, di mana saat itu nilai tukar rupiah juga anjlok dari Rp 2.909,- per dolar AS (1997) menjadi Rp 10.014,- per dolar AS (1998). Setelah itu Pemerintahan Habibie melakukan kebijakan moneter yang sangat ketat dan menghasilkan tingkat inflasi yang (paling) rendah yang pernah dicapai yaitu sebesar 2,01% pada tahun 1999.
Selanjutnya pada tahun 2000 hingga 2006 Inflasi terus terjadi dengan nilai yang terbilang tinggi, yaitu dengan rata-rata mencapai 10%. Inflasi tahun 2005 dengan nilai sebesar 17,11% adalah inflasi tertinggi pasca krisis moneter Indonesia (1997/1998), tekanan akan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) diperkirakan menjadi faktor utama tingginya inflasi tahun 2005. Tingginya harga minyak di pasar internasional menyebakan Pemerintah berusaha untuk menghapuskan subsidi BBM. Hal tersebut sangat mempengaruhi kondisi makro ekonomi Indonesia mengingat konsumsi BBM mencapai 47.4 % (tahun 2000) dari total konsumsi energi Indonesia.
Inflasi bergerak pada angka yang sangat mendekati yaitu 6,60% (2006) dan 6,59% (2007). Bila saja inflasi yang terjadi pada tahun 2005 dapat diabaikan dengan alasan bahwa BBM sebagai faktor utama yang mempengaruhi inflasi tahun 2005 berada diluar kendali Pemerintah, maka tingkat inflasi dalam 2000-2006 tahun terakhir dapat dikatakan cukup terkendali.
Pemerintah (pasca reformasi) sepertinya telah berusaha keras menjaga tingkat inflasi, namun berbagai tekanan dari dalam dan luar negeri pasca reformasi (1997) masih sangat tinggi mempengaruhi pergerakan perekonomian Indonesia. Inflasi yang terjadi di Indonesia masih cukup tinggi apabila dibandingkan dengan tingkat inflasi Malaysia dan Thailand yang berkisar 2%, bahkan Singapura yang berada di bawah 1%. Bila sektor-sektor riil dalam negeri tidak dibangkitkan maka upaya di sektor moneter menjaga kestabilan makro ekonomi dalam jangka panjang hanya akan menjadi hal yang sia-sia.
B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian inflasi?
2.    Apa saja jenis-jenis, teori, biaya inflasi dan cara menghitung inflasi?
3.    Apa dampak inflasi dan cara mencegah inflasi?
4.    Bagaimana perkembangan inflasi di Indonesia, serta penyebab dan pengendaliannya?
C.  Tujuan
1.    Mengetahui pengertian inflasi.
2.    Mengetahui jenis-jenis, teori, biaya, dan cara menghitung inflasi.
3.    Mengetahui dampak inflasi dan  cara mencegah inflasi.
4.    Mengetahui perkembangan inflasi di Indonesia, serta penyebab dan pengendaliannya?

Kamis, 04 November 2010

Interaksi Desa Kota


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Modernisasi telah banyak membawa perubahan cara hidup warga desa dan warga kota khususnya, dan warga negara Indonesia umunya. Kemajuan di bidang pendidikan, teknologi, sosial-ekonomi, budaya dalam beberapa Pelita telah meningkatkan tingkat hidup warga desa dan warga kota.
Pengaruh kota di tengah-tengah atau sekitar pedesaan semakin bayak terasa dan Nampak semakin jelas. Rakyat Indonesia telah ikut mengubah wajah pedesaan. Panjang jalan, kelas jalan, kepadatan jalan di daerah pedesaan telah mengalami peningkatan, juga jenis dan jumlah kendaraan bermotor telah menjangkau desa-desa. Ini berate bahwa frekuensi lalu-lintas, perdagangan dan frekuensi kontak sosial uikut meningkat.
Interaksi yang timbul antara desa dan kota itu telah menimbulkan beberapa gejala sosial, eknomi, budaya, dan politik di desa, di kota dan disepanjang jalur hubungan antara desa-kota. Beberapa aspek mengenai kehidupan keluarga, pendidikan keluarga, pemukiman desa dan kota, lingkungan pedesaan dan kota, mata pencaharian warga desa dan kota menunuukkan corak yang berbeda. Berbagai keserasian dan juga berbagai kesenjangan timbul. Oleh karena itu desa dankota kita masih mencari jalan ke arah keserasian.

Teori Perubahan Sosial Budaya Oleh William Fielding ogburn


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
William Fielding Ogburn lahir di Butler, Georgia pada tanggal 29 Juni 1886. Setelah beliau lulus dari Universitas Penyalur Tekstil, Georgia pada tahun 1905, beliau menginginkan untuk memasuki pekerjaan professional. Ogburn kemudian memulai studinya pada bidang sosiologi. Beliau adalah seorang profesor sosiologi di sebuah Perguruan Tinggi di Portland, Oregon. Selama 4 tahun beliau berda di sana. Kemudian beliau kembali ke Universitas Columbia. Pada tahun 1927, Ogburn dipanggil ke Chicago untuk mengajar pada sebuah Perguruan Tinggi. Beliau menerima gelar akademis kehormatan LL.D dari almamaternya dan juga dari Universitas Carolina Utara.
W.F. Ogburn merupakan ilmuwan pertama yang melakukan penelitian terinci mengenai proses perubahan yang sebenarnya terjadi. Beliau telah mengemukakan beberapa teori, suatu yang terkenal mengenai perubahan dalam masyarakat yaitu Cultural Lag (artinya ketinggalan kebudayaan) adalah perbedaan antara tarif kemajuan dari berbagai bagian dalam kebudayaan dari suatu masyarakat. Ogburn berusaha untuk menunjukkan perbedaan-perbedaan antara teori biologis dengan berbagai teori evolusi tanpa mengesampingkan konsep evolusi secara menyeluruh. W.F. Ogburn akhirnya meninggal di Tallahassee, Florida pada tanggal 27 April 1959, (Yuliyantho, 2010).

Stratifikasi Keluarga dalam Kehidupan Bermasyarakat


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang mampu mengadakan evaluasi. Ia tidak saja menggolong-golongan benda dan aktivitas tetapi juga manusia itu sendiri. Salah satu hasil proses evaluasi itu ialah pembagian masyarakat ke dalam kelas atau tingkatan sedemikian rupa, sehingga orang dalam kelas tertentu digolongkan sama, tetapi tingkatan-tingkatan itu sendiri disusun secara hierarkis. Kriteria mana yang dipergunakan untu menempatkan orang dalam tiap-tiap kelas berbeda dari satu mayarakat kepada yang lain: keberanian dan keahlian dalam peperangan, pengetahuan teknik, pendidikan kesusastraan dan kemanusiaan, kesucian, atua keberhasilan keuangan. Sistem stratifikasi dapat pula dibandingkan dengan menggunakan berbagai variable, seperti criteria untuk penempatan kelas, bagaimana sulitnya berpindah dari satu kelas ke kelas lain, bagaimana tajamnya perbedaan kelas-kelas itu, bagaimana secara sosial jauhnya perbedaan antara kelas atas dengan bawah, atau bagaimana jumlah keseluruhan penduduk terbagi di antara kelas-kelas.
Keluargalah, bukan semata-mata perorangan yang digolongkan dalam struktur kelas. Keluarga merupakan kunci system stratifikasi dan mekanisme sosial yang memeliharanya. Interaksi antar pribadi pada tingkatan kelas yang berbeda-beda, dapat dilihat bik jarak maupun persamaannya.
Hubungan antara keluarga dan stratifikasi banyak sekali dan komplek, tetapi dapat dikategorikan di bawah dua bentuk: (1) distribusi pola dan proses keluarga, bagaimana dan mengapa tingkah laku keluarga itu berbeda dalam strata sosial yang berbeda, dan (2) sistem keluarga mana yang berhubungan dengan system stratifikasi yang mana.

Pictures